AFP/ANTHONY WALLACE

Polisi bentrok dengan pengunjuk rasa di Teluk Kowloon di Hong Kong pada 24 Agustus 2019. Dipicu protes warga terhadap aturan yang memungkinkan pelanggar hukum diekstradisi ke China daratan, demonstrasi berlangsung sejak Juni lalu hingga sekarang. 

Unjuk rasa yang diwarnai kekerasan terus berlanjut di Hong Kong. Larangan penggunaan penutup wajah dari Pemimpin Eksekutif pun diabaikan.

Demonstrasi dengan insiden kekerasan terus terjadi. Minggu (6/10/2019), kerumunan massa berbaris di bawah guyuran hujan di Victoria Harbour, sementara polisi bentrok dengan demonstran di sejumlah lokasi. Polisi Hong Kong juga menembakkan gas air mata ke arah pengunjuk rasa prodemokrasi setelah puluhan ribu orang kembali turun ke jalan sekali lagi untuk menentang larangan masker wajah.

Seperti diberitakan harian ini, Sabtu lalu, Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengumumkan aturan yang melarang penggunaan penutup wajah di tengah kerumunan massa. Pelanggar aturan ini dapat dipenjara satu tahun. Lam berharap aturan tersebut bisa meredakan rangkaian unjuk rasa yang mengguncang Hong Kong sejak Juni 2019.

Namun, sebagaimana tampak pada demonstrasi Minggu kemarin, pengunjuk rasa tak menghiraukan larangan itu. Seperti diberitakan The Wall Street Journal, aturan itu justru menciptakan dorongan di antara sejumlah pengunjuk rasa untuk menyuarakan tuntutan kebebasan lebih besar di Hong Kong.

Bagi mereka, keputusan Lam menerapkan undang-undang darurat era kolonial itu tak akan menyelesaikan krisis. Undang-undang darurat memberi pemerintah wewenang menerapkan jam malam, menyensor media, dan menguasai pelabuhan, serta jaringan transportasi, tetapi yang kali ini diberlakukan hanya larangan penggunaan penutup wajah.

Media China, Global Times, menyebut larangan penerapan masker sejalan dengan standar dunia. Beberapa negara Barat melarang penutup wajah dipakai dalam unjuk rasa, seperti Kanada yang menyetujui regulasi itu pada 2013.

Aturan ini, pada satu sisi, bisa jadi memunculkan dorongan besar untuk melanjutkan demonstrasi. Di sisi lain, pengabaian aturan oleh demonstran menimbulkan kegeraman aparat pemerintah. Tidak berlebihan kiranya jika dikatakan, kedua kubu yang berseberangan kian terpisahkan jurang dalam.

Dipicu kegeraman terhadap aturan yang memungkinkan pelanggar hukum diekstradisi ke China daratan, demonstrasi berlangsung sejak Juni lalu tanpa putus hingga sekarang.

Tuntutan malah melebar mulai dari penyelidikan atas kekerasan oleh polisi hingga mundurnya Lam. Situasi dilaporkan kian mengkhawatirkan karena muncul sentimen negatif terhadap warga China daratan yang berada di Hong Kong.

Saat peringatan berdirinya Republik Rakyat China pada 1 Oktober lalu, situasi di Hong Kong tak berubah. Demonstrasi yang diwarnai vandalisme terus berlangsung.