Virus korona tipe baru sedang mewabah ke seantero dunia. Paling tidak warga di 25 negara sudah terkena virus yang berasal dari Wuhan, China, itu. Virus yang berasal dari hewan itu kini sudah menyebar ke manusia, yang dalam bahasa ilmiah disebut zoonosis.
Namun, tulisan ini tak hendak membicarakan soal wabah yang menjadi perhatian dunia itu. Tulisan ini hanya ingin melihat asal-usul kata korona dan mengapa pengguna bahasa kita berbeda-beda dalam menuliskan korona atau corona.
Sejak kemunculan virus tersebut pada tahun 1968, pengguna bahasa di banyak media sudah terbelah dalam menuliskan kata korona atau corona. Keterbelahan itu terjadi sampai sekarang.
Media Indonesia, misalnya, menuliskannya sebagai korona, seperti terdapat pada judul beritanya, "Iklim Tropis Indonesia Bisa Bikin Virus Korona Tak Aktif" (30 Januari 2020, 20.54).
Sementara CNN Indonesia menuliskannya sebagai corona (dengan huruf tegak) seperti terdapat pada judul "Alasan Kelelawar Kebal Corona Meski Jadi Inang Virus (7 Februari 2020, 11.54).
Ada pula media yang menuliskan kedua-duanya dalam beritanya, dengan huruf tegak, yang berarti sudah mereka anggap sebagai kosakata bahasa Indonesia.
Dibandingkan dengan penulisan nama virus lain yang relatif tidak bermasalah, penulisan korona atau corona cenderung bermasalah. Virus ebola, misalnya, ditulis seperti aslinya nama virus yang berasal dari Sungai Ebola di Kongo.
Demikian pula nama virus penyebab demam berdarah, yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti, dengue. Ebola dan dengue ditulis sebagaimana aslinya dituliskan.
Penulisan kedua nama virus itu berbeda dengan penulisan nama virus penyebab hilangnya kekebalan tubuh pada manusia, HIV (human immunodeficiency virus) yang kerap diindonesiakan menjadi virus penyebab hilangnya kekebalan tubuh. Hal yang sama terjadi pada virus penyebab flu yang menginfeksi burung dan juga manusia, yakni avian influenza yang diindonesiakan menjadi flu burung.
Seperti mahkota
Kata corona pertama kali diperkenalkan oleh sejumlah ahli virologi dalam artikel "Coronaviruses" pada jurnal News and Views pada 1968. Nama virus korona atau corona diambil karena melihat bentuk luarnya yang bergerigi seperti mahkota.
Nama coronavirus berasal dari bahasa Latin, corona, dan Yunani, korone, yang bermakna mahkota atau lingkaran cahaya. Penamaan ini tak lepas dari wujud khas virus ini, yang memiliki pinggiran permukaan yang bulat dan besar, yang mengingatkan kita pada korona matahari.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sebetulnya penulisan kata yang mengacu pada makna 'mahkota' atau 'struktur seperti mahkota' sudah ada, yakni korona. Penulisan itu didasarkan kaidah penyerapan kata yang berasal dari bahasa Inggris (lihatPedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan).
Kaidah tersebut menyatakan, jika ada kata yang akan diserap berhuruf awal c, yang di depannya terdapat huruf a, u, o, kata tersebut berubah menjadi k. Kata calomel menjadi kalomel,construction menjadi konstruksi, cubicmenjadi kubik, coup menjadi kup,classification menjadi klasifikasi, dancrystal menjadi kristal.
Berdasarkan kaidah tersebut, mestinya pengguna bahasa menuliskannya sebagai korona, bukan corona yang merupakan kosakata asing dalam bahasa Indonesia. Jika kita hendak menuliskan corona, tulislah dengan huruf miring (italic) karena kata ini merupakan kosakata asing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar