Pesawat tempur siluman terbaru dan tercanggih buatan Amerika Serikat (AS), F-35, kini menjadi sorotan media internasional. Hal itu menyusul munculnya polemik tentang keinginan pemerintah Presiden AS Donald Trump menjual pesawat tempur canggih tersebut kepada Uni Emirat Arab (UEA).
UEA mengklaim, salah satu klausul dalam perjanjian pembukaan hubungan diplomatik resmi Israel-UEA yang diumumkan Presiden Trump pada 13 Agustus lalu adalah AS mengizinkan penjualan senjata canggih, termasuk pesawat F-35, kepada UEA.
Menteri Negara Urusan Luar Negeri UEA Anwar Gargash mengungkapkan, UEA sesungguhnya telah berusaha bisa membeli F-35 dari AS sejak enam tahun lalu.
Selain pesawat tempur siluman F-35, UEA juga ingin mendapatkan pesawatdrone canggih MQ-9 Reaper dan pesawat siluman tanpa pilot yang dikendalikan dari pesawat lain.
Bahkan, bagi UEA, salah satu faktor utama yang mendorong bersedia membuka hubungan diplomatik resmi dengan Israel adalah dapat imbalan dari AS mempercepat mengizinkan penjualan F-35 ke UEA.
UEA saat ini sangat membutuhkan F-35 yang akan mengantarkan mereka unggul di udara atas lawan-lawan politiknya di kawasan, seperti Iran dan Qatar, serta bahkan atas sahabatnya sendiri, Arab Saudi.
Pesawat tempur F-35 kini ibarat vaksin Covid-19 yang sedang diburu sejumlah negara utama di Timur Tengah. Selain UEA, Arab Saudi, Mesir, dan Turki juga berminat bisa mendapatkan F-35. Turki sejatinya adalah salah satu negara yang ikut dalam program pengembangan pesawat ini. Namun, karena nekat membeli rudal antipesawat Rusia, S-400, yang ditentang AS, Turki ditendang dari program F-35.
Kesediaan Arab Saudi membuka wilayah udaranya untuk penerbangan langsung antara UEA dan Israel disinyalir berharap agar AS di masa mendatang bersedia menjual F-35 ke Arab Saudi. Israel adalah satu-satunya negara di Timur Tengah yang saat ini memiliki pesawat tempur F-35. Israel mendapat F-35 dari AS sejak 2016.
Baca juga: AS Berupaya Bangun Koalisi Abraham
Israel telah menerima 27 dari 50 pesawat tempur siluman tercanggih F-35 yang dipesan dari pabrikan Lockheed Martin di AS. Harga sebuah pesawat ini tidak bisa dibilang murah, mencapai 140 juta dollar AS. Keunggulan pesawat tempur siluman F-35 mampu terbang tanpa terdeteksi radar dengan daya jangkau hingga sejauh 2.200 kilometer dengan kecepatan 1.900 kilometer per jam.
F-35 ditengarai juga mampu menghindar dari sergapan sistem anti-serangan udara canggih buatan Rusia, seperti S-300 dan S-400, yang dimiliki negara-negara di Timur Tengah. Iran, Irak, Suriah, dan Aljazair memiliki S-300. Adapun S-400 hanya Turki yang memilikinya.
Salah satu varian pesawat tempur ini, yakni F-35B, bisa lepas landas dan mendarat secara vertikal, layaknya seperti helikopter. Maka dalam keadaan darurat, pesawat tempur F-35B tidak butuh pangkalan udara untuk mendarat, yakni bisa mendarat di lapangan terbuka sempit atau dari geladak kapal.
Pesawat F-35 dirancang untuk menggantikan pesawat tempur multifungsi buatan AS generasi sebelumnya, seperti pesawat tempur F-16 Falcon, F-15 Eagle, dan F/A-18 Hornet.
Negara-negara utama di Timur Tengah, seperti Mesir, Turki, Jordania, Maroko, dan UEA, saat ini masih mengandalkan pesawat tempur F-16. Arab Saudi masih mengandalkan pesawat tempur F-15 Eagle dan Kuwait mengandalkan pesawat tempur F/A-18 Hornet.
Maka, F-35 akan menjadi andalan Angkatan Udara AS dan sekutunya dalam beberapa dekade ke depan. Kepemilikan Israel atas pesawat tempur siluman F-35 itu membuat negara Yahudi tersebut semakin adidaya di langit Timur Tengah dan kian mengungguli kekuatan armada pesawat tempur semua negara di kawasan itu.
Baca juga: Pertarungan Menuju Sykes-Picot Baru di Timur Tengah
Israel dengan F-35 untuk pertama kalinya bisa menjangkau wilayah Iran yang berjarak 1.800-2.000 kilometer dari wilayah Israel, tanpa F-35 mengisi ulang bahan bakar di udara.
Israel beberapa waktu lalu telah menggunakan pesawat tempur siluman F-35 untuk menggempur sasaran loyalis Iran di Irak. Jarak antara wilayah Israel dan Irak hanya sekitar 1.000 kilometer.
Dalam karakter alam Timur Tengah yang didominasi gurun pasir terbuka, angkatan udara sangat menentukan untuk memenangkan perang. Kemenangan Israel dalam perang Arab-Israel tahun 1967 dan mengubah dari kalah menjadi menang pada perang Arab-Israel tahun 1973 karena faktor angkatan udara.
Pada perang udara Israel dan Suriah di atas langit Lebanon tahun 1982, Israel berhasil merontokkan 80 pesawat tempur Suriah tanpa satu pun pesawat tempur Israel jatuh.
Kemenangan AS atas Irak dengan mudah pada perang Teluk tahun 1991 dan invasi AS ke Irak tahun 2003 juga karena faktor utama keunggulan telak Angkatan Udara AS.
Tak pelak lagi Israel menentang keinginan AS menjual pesawat tempur F-35 ke UEA itu karena akan mengancam keunggulan militer Israel atas negara-negara Arab, khususnya di lini angkatan udara. Perundingan segitiga antara AS, Israel, dan UEA soal isu F-35 itu masih berlanjut saat ini.
Direktur Kajian kawasan Arab Teluk di Washington DC, Giorgio Cafiero, seperti dikutip situs Al Jazeera, mengatakan, ada opsi yang akan diambil AS untuk bisa menjual F-35 kepada UEA sehingga tidak ditentang Israel. Pertama, AS meng-upgradesistem persenjataan dan radar F-35 yang dimiliki Israel saat ini serta kemudian menjual F-35 kepada UEA dengan sistem persenjataan dan radar yang kualifikasinya di bawah F-35 milik Israel.
Kedua, AS menjual F-35 kepada UEA dengan sistem persenjataan dan radar yang sama dengan F-35 milik Israel, tetapi AS dalam waktu yang sama harus bersedia menjual pesawat tempur siluman F-22 Raptor kepada Israel. AS sampai saat ini masih melarang menjual pesawat supercanggih Raptor ke negara mana pun karena pesawat ini menjadi simbol keunggulan Angkatan Udara AS.
Menurut Cafiero, jika Israel memiliki F-22 Raptor, Israel masih bisa mempertahankan keunggulannya dalam angkatan udara meskipun nanti UEA dan Arab Saudi memiliki F-35. Isu F-35 masih terus bergulir yang masih terus ditunggu solusi komprominya antara AS, Israel, dan UEA.
Di tengah heboh soal isu F-35 itu, diberitakan Rusia kini sudah mempersiapkan produk pesawat tempur siluman generasi kelima yang diklaim setara dengan kemampuan F-35 buatan AS, yaitu Sukhoi Su-57.
Aljazair menjadi satu-satunya negara Arab yang diberitakan sudah memesan Su-57 kepada Rusia. Moskwa saat ini juga masih mengandalkan sistem anti-serangan udara S-400 untuk melawan F-35 sambil mengembangkan S-500 yang butuh beberapa waktu lagi untuk siap produksi.
Namun, baru Turki di Timur Tengah yang memiliki S-400. Negara lain, seperti Suriah, Iran, dan Aljazair hanya memiliki S-300 sehingga kehadiran F-35 belum diimbangi oleh sistem anti-serangan udara mumpuni oleh banyak negara di Timur Tengah.
Aljazair dengan kekuatan ekonomi dan stabilitas politik bisa menjadi calon kuat negara yang juga mampu membeli S-400 setelah Turki. Adapun Suriah dan Iran yang mendapat sanksi ekonomi dari AS tampak masih kesulitan keuangan untuk dapat membeli S-400 dan pesawat siluman tercanggih buatan Rusia, Su-57.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar