Baru kali ini peringatan Hari Museum Indonesia diselenggarakan secara berani. Hari Museum Indonesia dirayakan setiap 12 Oktober. Penetapannya berdasarkan penyelenggaraan musyawarah museum se-Indonesia pada 12-14 Oktober 1962 di Yogyakarta. Secara aklamasi tanggal tersebut diterima oleh para peserta Pertemuan Museum Nasional pada 2015 di Malang.
Dalam situasi pandemi Covid-19, kegiatan tatap muka urung dilakukan. Rangkaian acara Hari Museum Indonesia akan dimulai pada 12 Oktober 2020 hingga 10 November 2020. Penyelenggaranya adalah Asosiasi Museum Indonesia (AMI) dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan sebagai fasilitator. Sebagai organisasi profesi, AMI memiliki 19 AMI daerah. Kali ini tema Museum Hari Indonesia adalah "Museum dan Solidaritas".
Baru kali ini peringatan Hari Museum Indonesia diselenggarakan secara berani.
Virtual
Beberapa saat sejak pandemi Covid-19 merebak, pada akhir Mei 2020, UNESCO dan Dewan Museum Internasional (International Council of Museums/ICOM) menyatakan, 90 persen dari 85.000 museum di dunia saat ini tidak membuka kunjungan publik. Bahkan, hampir 13 persen dari museum itu diperkirakan tidak akan pernah buka kembali setelah pandemi mereda. Dengan kata lain, museum-museum itu akan tutup permanen.
Sejak pandemi memang terjadi penurunan besar jumlah wisatawan internasional dan penurunan dana dari sponsor/donatur. Diprediksi juga museum-museum yang berada di Benua Eropa dan Amerika relatif lebih aman karena sudah ada kepedulian dari masyarakat. Lain halnya di Asia dan Afrika karena belum ada rasa memiliki museum.
Sejak beberapa waktu lalu, sejumlah museum sudah dibuka untuk kunjungan publik sesuai dengan protokol kesehatan. Pengunjung harus membeli tiket masuk lewat. Karena batasan terbatas, tentu saja jumlah pengunjung per hari masih bisa dihitung jari tangan.
Pihak museum melakukan langkah-langkah pencegahan sejak sebelum pengunjung memasuki museum, seperti deteksi suhu tubuh, cuci tangan dengan sabun/penyanitasi tangan, memakai masker, dan menjaga jarak. Belum lagi museum secara berkala melakukan penyemprotan disinfektan ataupun dengan alkohol.
Dalam masa pandemi sebenarnya museum operasional tidak berhenti total. Pengelola museum tetap beraktivitas, baik dengan WFH (bekerja dari rumah) maupun WFO (bekerja dari kantor). Bahkan, cenderung lebih kreatif dan produktif, seperti melakukan kajian riset, konservasi koleksi, buku, dan pembuatan konten media sosial.
Dalam masa pandemi sebenarnya museum operasional tidak berhenti total.
Lebih luas
Sejak April 2020, banyak museum di Indonesia mulai mengadakan berbagai kegiatan seperti pameran, jelajah, belajar bersama, diskusi, ngobrolsantai, atau apa pun namanya. Sebagian besar kegiatan menggunakan aplikasi Zoom. Didapat secara langsung lewat media sosial macam Facebook dan Instagram, serta kanal Youtube. Namun, tidak semua museum memiliki sumber daya kreatif, terutama yang berada di daerah dengan akses internet terbatas.
Kegiatan yang memiliki jangkauan lebih luas karena bisa mengikuti peserta dari seluruh Indonesia. Beda dengan kegiatan tatap muka yang hanya dilakukan terbatas untuk masyarakat di daerah terdekat.
Beberapa museum juga mengadakan berbagai lomba yang berani, misalnya lomba desain logo dan lomba membuat tata pamer. Lomba-lomba ini cukup banyak untuk menciptakan generasi milenial karena merekalah yang saat ini menguasai teknologi digital.
Dalam kegiatan daring ini pihak museum tidak perlu menyediakan konsumsi, seperti halnya pada kegiatan tatap muka. Jadi, bisa menghemat anggaran. Penyelenggara paling-paling pihak akan mengirimkan buku dan cendera mata untuk peserta yang beruntung atau bertanya.
Museum nasib swasta
Sayang, kegiatan tersebut boleh dibilang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah museum-museum (pusat/provinsi/kota/kabupaten). Masih jarang sekali museum swasta melakukan kegiatan pemberani. Maklum, instansi pemerintah didukung dana APBN/APBD. Sudah seharusnya pemerintah mendukung kegiatan museum-museum swasta.
Akibat ditutup untuk umum pada masa pandemi ini atau dalam kunjungan terbatas, tentu saja museum-museum swasta tidak memperoleh pemasukan. Hanya museum swasta yang tergolong kuat, mampu melaksanakan sejumlah kegiatan yang berani. Maklum, museum swasta hanya mengandalkan kantong pribadi atau donatur.
Keuangan setiap museum swasta memang berbeda-beda. Ada yang kuat karena pemilik tergolong "museum gila" dan banyak perusahaan. Ada yang hanya tergantung dari pemilik museum sebelumnya atau tergantung kemampuan kantong pribadi si pemilik. Hanya dengan idealisme tinggi museum pengelolaan dapat berjalan. Tidak mengherankan untuk melakukan pelayanan, banyak pekerjaan yang dilakukan oleh satu orang.
Hanya dengan idealisme tinggi museum pengelolaan dapat berjalan.
Hal seperti ini, dalam arti membantu museum swasta yang terdampak pandemi, harus dicoba oleh pemerintah. Dalam masa tidak ada pemasukan, museum-museum swasta tetap harus mengeluarkan biaya operasional, misalnya untuk membayar tagihan listrik dan untuk menggaji karyawan. Beberapa museum swasta malah sudah "merumahkan" sebagian karyawan. Kita harus memiliki solidaritas, seperti halnya tema Hari Museum Indonesia 2020,
Museum dan Solidaritas
Tidak ada yang menyangka dampak pandemi begitu hebat. Kita belum tahu kapan pandemi akan berakhir. Pemerintah harus mendata berapa banyak museum swasta/pribadi yang terdampak pandemi. Setelah itu pemerintah bisa memberikan bantuan sebisa mungkin tanda solidaritas. Melalui Partisipasi ini, pemerintah terlihat hadir dalam pembinaan museum.
Selain bantuan pemerintah, kita perlu memiliki solidaritas antarmuseum. Museum yang kuat harus membantu museum yang kurang kuat. Dari sinilah akan muncul ikatan emosional, museum bersatu karena "museum di hatiku", sesuai tagline insan permuseuman.
Pandemi telah mengajarkan kita bahwa museum harus memiliki dua wajah: wajah fisik dan wajah digital. Selama ini wajah digital jarang tampil karena masih fokus fisik. Semoga kegiatan tetap bisa dilakukan museum pemerintah dan museum swasta di kala normal. Tentu untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat yang jauh dari lokasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar