Teknologi digital juga bersentuhan dengan industri pangan, khususnya pangan masa depan. Industri pangan yang memproduksi daging berbasis materi tanaman kini makin agresif mencari pasar. Mereka mengembangkan pangan dengan menggunakan tanaman sebagai sumber protein.
Mereka mendekati negara-negara Asia, termasuk Indonesia. Industri pangan ini juga mencari talenta-talenta yang memahami teknologi digital agar bisa memahami perilaku dan keinginan konsumen.
Kabar terbaru, usaha rintisan bernama Just Eat yang berbasis di San Francisco, California, Amerika Serikat, telah berpartner dengan Proterra Investments Partners Asia. Pabrik pertama pangan berbasis tanaman (plant-based foods) akan segera dibangun di Singapura. Laman Techcrunch memberitakan, Proterra akan menyediakan dana sebesar 100 juta dollar AS untuk fasilitas, sedangkan Just Eat akan mengucurkan dana 20 juta dollar AS. Nama perusahaan hasil kerja sama mereka adalah Just Eat Asia.
Perkembangan ini merupakan lanjutan dari inisiatif sejumlah usaha rintisan sebelumnya yang memulai pangan berbasis tanaman. Awalnya, di kalangan akademisi di Amerika Serikat, temuan ini sudah sering dibahas dan diuji coba.
Pada 2009, usaha rintisan bernama Savage River Inc mengontak akademisi yang telah berhasil membuat produk yang mendekati daging ayam dari bahan kedelai dan bahan lainnya. Usaha rintisan ini kemudian berubah nama menjadi Beyond Meat dan pada 2012 mulai menjual produk daging ayam secara terbatas. Mereka juga mendapat pendanaan dari sejumlah perusahaan ventura.
Beberapa usaha rintisan sejenis kemudian bermunculan. Saat itu juga, usaha ini menarik bagi para pemain konvensional, yaitu produsen daging sapi, ayam, dan babi. Mereka yang sebelumnya membangun industri daging kemudian mulai memasuki bisnis ini sebagai upaya untuk masuk mengantisipasi disrupsi di industri ini.
Kini, investor pun makin berminat memasuki bisnis ini, termasuk perusahaan digital. Mereka melihat di kalangan konsumen muda terlihat sangat peduli dengan perubahan iklim sehingga produk yang tidak banyak mengeluarkan emisi karbon akan lebih menarik bagi konsumen muda.
Just Eat tidak hanya membangun di Singapura, tetapi juga bekerja sama dengan SPC Samlip di Korea Selatan dan Betagro di Thailand. Mereka juga bekerja sama dengan salah satu partner di China yang hingga sekarang belum dibuka namanya ke publik. Produk Just Eat, yaitu Just Egg, sudah hadir di laman e-dagang, seperti Tmall milik Alibaba dan JD.com.
Penjualan produk ini selama pandemi naik sekitar 30 persen. Data ini mulai mendorong mereka untuk memasuki pasar Asia karena permintaan produk sejenis meningkat selama pandemi. Konsumen mulai meninggalkan produk daging dan telur asli karena alasan kesehatan.
Beberapa usaha rintisan dengan produk daging berbasis materi tanaman yang juga mengincar pasar Asia, antara lain Imposible Foods. Mereka mengumumkan telah mengucurkan dana hingga 500 juta dollar AS. Sebuah usaha rintisan di Singapura bernama Karana telah membuat substitusi daging dari nangka dan sebuah perusahaan Malaysia, Phuture Foods, menggunakan sejumlah varietas tanaman untuk substitusi daging babi. Perusahaan sejenis sepertinya bakal bermunculan ketika konsumen muda menginginkan produk-produk yang tidak menambah masalah. Apalagi, isu kesejahteraan hewan juga makin meningkat di beberapa negara.
Di Indonesia, usaha rintisan sejenis mulai muncul. Beberapa waktu lalu, sebuah inkubator bisnis yang merupakan kerja sama antara Flat Food, sebuah usaha rintisan pangan protein dengan materi tanaman yang berbasis di Singapura, dan Ultra Jaya mengadakan acara Newfood Startup 2020. Mereka kini mencari talenta-talenta di Indonesia untuk bergabung. Ultra selama ini dikenal sebagai produsen produk susu dan asal susu.
Sebelumnya, beberapa usaha telah memulai produksi pangan dengan berbasis materi tanaman, tetapi belum berskala industri besar. Mereka masih sekadar untuk memenuhi kebutuhan restoran dan beberapa orang yang ingin mengadopsi gaya hidup vegetarian.
Perkembangan ini ternyata membutuhkan tenaga-tenaga yang tidak hanya paham mengenai teknologi pangan, tetapi juga tenaga-tenaga yang paham teknologi digital. Just Eat Inggris menyatakan telah merekrut orang-orang yang paham dengan teknologi digital di Inggris.
Sekitar 200 orang telah direkrut dengan latar belakang pengembang, saintis data, dan perekayasa yang diharapkan mulai bekerja membangun strategi berbasis data. Mereka juga menambah tenaga berbasis teknologi digital sekitar 150 orang. Just Eat melihat kemampuan teknologi pangan dengan teknologi digital akan membuat mereka makin kuat dan mampu memahami keinginan konsumen.
Secara global, Just Eat juga yakin dengan kekuatan teknologi dan data sehingga pengembangan bisnis ke depan bisa dilakukan. Saat ini, mereka berhubungan dengan 22,8 juta konsumen dan sekitar 87.500 restoran yang tergabung dengan Just Eat secara global.
Kini, konsumen makin mudah melakukan pemesanan karena mereka membangun aplikasi. Penggunaan aplikasi yang mampu merekam pengalaman konsumen dan pengusaha restoran itu juga akan menyebabkan mereka mampu melayani konsumen secara lebih personal.
Teknologi pangan dan teknologi digital merupakan kombinasi yang akan menghasilkan inovasi di dalam industri pangan pada masa depan. Kelak dari data yang didapat akan memungkinkan inovasi-inovasi baru yang mampu menyelesaikan berbagai masalah yang muncul. Mereka juga mampu memprediksi berbagai jenis dan jumlah kebutuhan ke depan karena memiliki basis data yang sangat kuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar