Belajar dari pengalaman selama ini, kebijakan untuk mengekspor hasil olahan komoditas primer dan produk olahan nontambang harus dilanjutkan. Kini saatnya kita menata kembali strategi industrialisasi dan perdagangan kita.
Foto udara aktivitas ekspor impor di Jakarta International Container Terminal (JICT), Jakarta Utara, Rabu (16/6/2021).
Ekspor pada 2021 tumbuh positif hingga Mei dibandingkan dengan periode sama tahun lalu. Namun, penurunan dibandingkan dengan April 2021 perlu diwaspadai.
Nilai ekspor migas dan nonmigas mencapai 16,6 miliar dollar AS pada Mei 2021, tumbuh 58,76 persen dibandingkan dengan ekspor Mei tahun lalu, meskipun menurun dari April 2021. Kenaikan tertinggi berasal dari ekspor industri pengolahan. Pada sisi impor terjadi kenaikan 68,68 persen senilai 14,23 miliar dollar AS dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2020, tetapi juga menurun pada Mei 2021 dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Kinerja ekspor-impor tahun ini mencatat beberapa hal penting, antara lain surplus perdagangan yang terus terjadi sejak tahun lalu. Naiknya impor bahan baku dan bahan penolong menggambarkan kegiatan industri di dalam negeri terus bergerak positif. Ekspor didominasi oleh hasil industri pengolahan yang kenaikan nilainya yang tertinggi dibandingkan dengan ekspor migas, hasil pertanian, dan tambang.
Membesarnya proporsi ekspor produk industri pengolahan sekaligus menggambarkan pergeseran ekspor kita dari komoditas primer. Hal ini dapat menghindarkan kita dari gejolak harga komoditas primer.
Pekerja bertugas di Departemen Pengemasan dan Pelabelan PT Great Giant Pinneaple (GGP), Lampung Tengah, Lampung, Rabu (16/5/2021). Produk nanas kaleng PT GGP telah menembus pasar ekspor di 55 negara. Jumlah nanas yang diproses dalam satu hari mencapai 2.000-2.500 ton.
Di tengah membaiknya kinerja ekspor, kita tetap perlu mewaspadai menurunnya nilai dan volume beberapa barang ekspor. Secara nilai dan volume penurunan tertinggi terjadi pada kendaraan dan bagiannya, disusul karet dan barang karet, serta mesin dan perlengkapan elektrik.
Belajar dari pengalaman selama ini, kebijakan untuk mengekspor hasil olahan komoditas primer dan produk olahan nontambang harus dilanjutkan.
Kini saatnya kita menata kembali strategi industrialisasi dan perdagangan kita, meninggalkan strategi broad base industry dan fokus pada jenis industri kita yang memiliki keunggulan komparatif dan berkelanjutan. Agar kita dapat bersaing dengan negara-negara lain, hilirisasi harus terus dilakukan untuk mencapai keunggulan kompetitif dan memaksimumkan manfaat sumber daya kita.
Agar kita dapat bersaing dengan negara-negara lain, hilirisasi harus terus dilakukan untuk mencapai keunggulan kompetitif dan memaksimumkan manfaat sumber daya kita.
Indonesia memiliki banyak sumber daya yang memberi keunggulan komparatif dan kompetitif, yaitu sumber daya pertanian, kehutanan, dan kelautan dengan iklim tropis basah. Tenaga kerja yang berlimpah memberi keunggulan untuk pekerjaan yang memerlukan keterampilan tangan, seperti memelihara dan memetik biji kopi dan membuat perhiasan dengan sentuhan seni. Keduanya adalah komoditas ekspor yang jika dikembangkan memberi nilai tambah pada produk sekaligus memeratakan hasil ekspor.
Kita ingin pertumbuhan kita bersifat inklusif, antara lain dengan memeratakan hasil dari nilai tambah industri pengolahan dan ekspornya. Strategi pengembangan industri dan perdagangan kita harus mengintegrasikan juga pekerja dan pemilik lahan awal sebagai penikmat hasil pembangunan. Dengan demikian, rakyat yang tergusur dari lahan yang digunakan untuk pertambangan atau perkebunan sawit dapat ikut hidup sejahtera berkelanjutan hingga ke anak dan cucu.
Sumber: Kompas.id - 18 Juni 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar