"Mafia" Partai Demokrat Oleh : Jusuf Suroso Penjelasan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR, Jafar Hafsyah, bahwa Anggota DPR, Mohammad Nazaruddin pergi ke Singapura (berobat) atas seizin Fraksinya. Masih menurut Jafar, surat izin itu tidak menyebut sampai kapan Nazaruddin di Singapura. Menarik dicermati, Fraksi memberi izin tanpa batas waktu kepada Mohammad Nazaruddin, yang diduga terlibat kasus suap pembangunan wisma atlet SEA Game di Palembang yang melibatkan Sesmenpora Wafit Muharam, Rosa Manulang dan Mohammad El Edris. Selain itu Nazaruddin juga terjerat kasus percobaan penyuapan Sekjen Mahkamah Konstitusi (MK) . Surat izin Fraksi Partai Demokrat dikeluarkan bersamaan atau beberapa jam sebelum Sekretaris Dewan Pembina, Amir Syamsuddin mengumumkan pemecatan Nazaruddin sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat. Skandal yang menjerat kader Partai Demokrat ini menuai kritik dari berbagai kalangan. Apalagi ketika Mohammad Nazaruddin kabur hanya beberapa jam sebelum surat cekal (cegah-tangkal) dari KPK sampai ke pihak Imigrasi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Tudingan kepada Partai Demokrat pun makin menyudutkan partai berkuasa ini, seolah-olah melindungi kadernya yang bermasalah. Partai Demokrat sengaja membiarkan kadernya, seorang Anggota DPR kabur, lari dari tanggungjawab berbagai skandal yang bakal menjerat dirinya. Belakangan Jafar Hafsyah menunjuk Anggota DPR dari Partai Demokrat Sutan Bathoegana untuk menjemput Nazaruddin di Singapura, setelah dua pekan tidak ada kabarnya. Sebelumnya Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggelar pertemuan jajaran Partai Demokrat di Cikeas, Bogor untuk membahas "musibah" yang melanda partainya. Apa yang dilakukan Jafar maupun SBY menunjukan kegusaran dan kepanikan luar biasa atas kegagalan Mohammad Nazaruddin menjalankan misinya "mengeruk" uang dari berbagai macam cara termasuk suap menyuap untuk kepentingan partai. Sungguh patut disesalkan pengarahan SBY, bahwa terbongkarnya skandal tersebut sebagai musibah. Logika umum mengatakan, kalau tidak terbongkar, meski apa yang dia lakukan melanggar hukum dianggap sebagai prestasi. Jikalau demikian kinerja partai ini mirip organisasi gangster atau mafia obat bius di Medelin, Kolombia atau di Sisilia, Italia. Kalau ada anggotanya yang gagal melaksanakan tugasnya, terbongkar oleh aparat keamanan dieksekusi sendiri sebelum diinterogasi penyidik untuk menghilangkan jejak. Sedikit berbeda Nazaruddin cukup dibekali surat izin dengan alasan berobat, kata lain untuk tidak menyebut disuruh kabur. Terinspirasi Nunun Nurbaeti, isteri Anggota DPR dari PKS Adang Darajatun, mantan Waka Polri, buron KPK kasus suap kepada 51 Anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 yang kabur ke Singapura satu tahun lalu. Apabila Nazaruddin tidak segera kembali memastikan ia kabur seperti Nunun, Fraksi Partai Demokrat di DPR harus bertanggungjawab. Ketika KPK memanggil Nazaruddin apapun statusnya baik sebagai saksi apalagi tersangka, Fraksi Partai Demokrat harus siap menghadirkan yang bersangkutan di hadapan penyidik KPK. Jikalau, Fraksi Partai Demokrat dengan berbagai dalih tidak bisa menghadirkan Nazaruddin, memastikan bahwa praktik kotor untuk mengeruk uang dengan menghalalkan segala cara memang ditempuh partai ini. Maka tudingan bahwa Partai Demokrat melindungi koruptor, berskongkol dengan "pengusaha lorong hitam," dan memiliki deposito hingga 47 trilyun rupiah tidak salah lagi. Sulit dipercaya, apa yang dilakukan Jafar Hafsyah untuk menjemput Nazaruddin menjadi episode panggung sandiwara yang menjijikan. (Jusuf Suroso, Peneliti Politik di Lembaga Riset Soegeng Sarjadi Syndicate) http://www.pedomannews.com/opini/ber...artai-demokrat |
Blog ini berisi KLIPING aneka kritik, opini, solusi yang dihimpun dari berbagai media. Situs ini merupakan kliping pribadi yang dapat diakses publik. Selamat membaca
Cari Blog Ini
Bidvertiser
Selasa, 14 Juni 2011
"Mafia" Partai Demokrat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar