Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan tahun 2012 sebagai tahun koperasi internasional. Deklarasi PBB tentang Pembangunan Berkelanjutan di Rio de Janeiro, Brasil, pada Juni lalu juga mengakui koperasi sebagai kunci pembangunan berkelanjutan. Pengakuan ini didasari oleh kenyataan, koperasi telah berperan dalam mengurangi kemiskinan, menciptakan pekerjaan, mendorong integrasi sosial, dan mewujudkan globalisasi yang adil.
PBB memperkirakan, setengah jumlah penduduk dunia terjamin hidupnya oleh perusahaan-perusahaan koperasi. Koperasi terbukti mampu menciptakan pekerjaan 20 persen lebih banyak dari yang diciptakan korporasi internasional.
Ketika dunia mengakui pentingnya koperasi bagi pembangunan berkelanjutan, Indonesia justru menggalakkan proyek mematisurikan koperasi.
Pada Agustus lalu, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 90/M.KUKM/ VIII/2012 tertanggal 16 Agustus 2012 tentang Revitalisasi Badan Usaha Koperasi dengan Pembentukan Usaha PT/CV. Dengan kebijakan ini pemerintah hendak mengorporasikan koperasi. Padahal, koperasi berprestasi global justru koperasi yang tak pernah meninggalkan jati dirinya. Upaya mengorporasikan koperasi kian nyata dengan disahkannya UU Perkoperasian oleh DPR, 18 Oktober lalu. UU yang ditujukan untuk mewujudkan demokrasi ekonomi substansinya justru antidemokrasi. Pemerintah dan DPR mengkhianati gerakan koperasi yang diamanatkan konstitusi.
Bentuk pengkhianatan
UU perkoperasian dibuat dalam rangka revitalisasi peran koperasi dalam perekonomian nasional. Celakanya, substansi revitalisasi tak lain adalah korporatisasi yang memperdaya koperasi. Indikasinya, pertama, definisi koperasi mengingkari prinsip koperasi sejati. Koperasi didefinisikan pertama-tama sebagai badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi. Padahal, koperasi sejati adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang secara sukarela bekerja sama. Dikedepankannya badan hukum hanya berpotensi menambah jumlah koperasi tanpa jaminan kualitas.
Kedua, UU membuka peluang koperasi diurus oleh yang bukan anggota tanpa ada pembatasan proporsi jumlah dan perannya. Artinya, UU membuka peluang koperasi dikelola sepenuhnya oleh yang bukan anggota. Ini jelas bertentangan dengan prinsip koperasi. Memang dimungkinkan ada pengurus dari luar anggota. Hanya saja proporsi dibatasi dan perannya terbatas hanya untuk mendinamisasi koperasi. Tanpa ada pembatasan proporsi dan peran, terbuka peluang koperasi jadi lahan korupsi alias "kuperasi".
Ketiga, pengawas diberi peran sangat besar, termasuk mengusulkan dan memberhentikan pengurus. Peran anggota dalam mengendalikan koperasi dibatasi. Anggota kehilangan hak untuk mengusulkan pengurus karena rapat anggota hanya memilih dan mengangkat pengurus yang diusulkan pengawas. Terbuka peluang pengurus dan pengawas ber-KKN.
Keempat, UU membuka peluang intervensi pihak luar, termasuk pemerintah dan pihak asing, melalui permodalan. Modal koperasi ditetapkan berasal dari setoran pokok dan sertifikat modal koperasi, hibah, termasuk dari pihak asing, modal penyertaan, modal pinjaman, dan sumber lain. Tak ada pembatasan proporsi dana dari pihak luar dan ketentuan yang menjamin otonomi koperasi. Revitalisasi semacam ini tak sesuai prinsip koperasi sebagai perkumpulan orang-orang yang menolong diri sendiri dengan usaha bersama yang dikendalikan anggotanya.
Kelima, mempertahankan Dewan Koperasi Indonesia sebagai wadah tunggal gerakan koperasi. Salah satu tugas Dewan Koperasi Indonesia adalah mewakili dan bertindak sebagai juru bicara gerakan koperasi. Logika pemberdayaan koperasi melalui wadah tunggal sungguh sebuah pembohongan dan antidemokrasi. Bagaimana koperasi bisa berdaya kalau hak bersuaranya diambil alih dan hak berorganisasinya dikebiri? Koperasi juga dipaksa membeli kucing dalam karung. UU menetapkan bahwa tujuan, keanggotaan, susunan organisasi, dan tata kerja Dewan Koperasi Indonesia diatur dalam anggaran dasar dan anggaran dasar disahkan pemerintah. Tak ada ketentuan yang menjamin koperasi sejati dilibatkan dalam penyusunan anggaran dasar. Tak terjamin pula hak koperasi sejati untuk memilih dan dipilih sebagai anggota Dewan Koperasi Indonesia.
Dewan Koperasi Indonesia sebagai wadah tunggal gerakan koperasi berpotensi menjadi alat mengendalikan koperasi dan menciptakan proyek dengan dalih pemberdayaan koperasi. Sebab, kegiatan dewan koperasi dibiayai dari APBN/APBD, iuran wajib anggota, sumbangan, dan bantuan tak mengikat, hibah, dan perolehan lain. Juga ditetapkan adanya pembentukan dana pembangunan untuk mendorong pengembangan Dewan Koperasi Indonesia.
Sulit untuk tak menuduh, dengan UU ini koperasi hendak dijauhkan dari jati dirinya dan dipakai sebagai alat kekuasaan. Jangan lupa, dewan koperasi pada masa Orde Baru kepengurusannya didominasi koperasi tentara. Lagi pula pengembangan koperasi dengan sistem wadah tunggal sudah terbukti gagal. Berdasarkan data Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia, lebih dari 70 persen koperasi di Indonesia tinggal papan nama, 23 persen mati suri, dan sisanya koperasi mandiri yang justru tak banyak mendapatkan sentuhan kebijakan dan fasilitas pemerintah. Daftar 300 koperasi berprestasi global yang dirilis International Co-operative Alliance 2011 juga menunjukkan, Indonesia tak masuk daftar penyumbang koperasi berprestasi. Indonesia kalah jauh dari Malaysia dan Singapura yang mampu menyumbang terhadap 300 koperasi terbaik dunia. Padahal, Indonesia punya kementerian dan dewan koperasi.
Saatnya buka mata
Koperasi di Indonesia masih dipandang sebelah mata. Padahal, di Amerika, 25 persen warganya anggota koperasi, Jepang (sepertiga jumlah warga), Kanada (40 persen), Malaysia (27 persen), Singapura (50 persen). Koperasi kian jadi tumpuan masyarakat internasional dalam mengatasi ketidakadilan pasar. Sekadar contoh, di Amerika korporasi listrik hanya mau melayani masyarakat kota, sementara koperasi listrik melayani masyarakat desa dan kota di 47 negara bagian dan 18,5 juta perusahaan.
Di Jepang dan China, koperasi pertanian dengan jaringan bisnisnya jadi andalan memperkuat perekonomian. Bank koperasi pertanian masuk dalam deretan lima besar bank di Jepang. Bank terbaik negara maju, seperti Perancis, Inggris, Kanada, adalah bank koperasi. Bank koperasi Credit Agricole di Perancis, yang berkembang dari koperasi simpan pinjam petani adalah salah satu bank terbesar di Eropa. Bank ini pula yang menyelamatkan Perancis dari krisis keuangan global.
Akhir kata, berkat koperasi, petani di sejumlah negara kian sejahtera. Sementara petani Indonesia belum jelas nasibnya. Apa yang dikatakan Bung Hatta mendapatkan konteksnya, "Makmur koperasinya makmurlah bangsanya; rusak koperasinya rusaklah bangsanya". Koperasi di Indonesia sudah direduksi sekadar sebagai badan usaha (kecil) di bawah urusan Kementerian Koperasi.
Sri Palupi Ketua Institute for Ecosoc Rights; Anggota Koperasi CU dan Koperasi @KoffieGoenoeng
(Kompas cetak, 2 Nov 2012)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar