Kegairahan masyarakat sipil mencari pemimpin nasional adalah wajar mengingat jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan berakhir pada Oktober 2014. Konstitusi membatasi masa jabatan presiden hanya untuk dua periode atau sepuluh tahun.
Secara formal prosedural, kandidat presiden baru akan muncul setelah pemilu legislatif 9 April 2014. Partai atau gabungan partai yang memiliki 20 persen suara berhak mengusulkan calon presiden. Namun, kita memandang diskursus ataupun gerakan masyarakat mencari pemimpin masa depan setahun sebelum pemilu adalah fenomena positif.
Dengan waktu yang cukup lama, calon presiden bisa memasarkan gagasannya untuk membangun masa depan Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Gagasan dan tahapan untuk merealisasikan ide menjadi penting dibandingkan dengan hanya mengandalkan popularitas dan elektabilitas. Program untuk membangun Indonesia yang lebih baik harus menjadi sebuah gerakan nasional yang melibatkan seluruh komponen bangsa. Seorang pemimpin harus mampu menggerakkan semua potensi itu.
Bagaimana merajut tenun kebangsaan Indonesia yang majemuk, bagaimana meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mengurangi kesenjangan sosial, serta bagaimana mewujudkan keadilan sosial sebagaimana dinyatakan dalam pembukaan konstitusi haruslah menjadi agenda pimpinan masa depan. Popularitas dan elektabilitas penting, tetapi akan jauh lebih bermakna jika para calon itu punya agenda untuk membawa Indonesia ke situasi yang lebih baik.
Tahun 2013 dan tahun 2014 akan menjadi tahun penuh dengan politik. Namun, kami mau ingatkan, Januari 2015, pasar Indonesia akan terbuka. Kawasan Ekonomi ASEAN dimulai pada Januari 2015. Sudahkah ada persiapan Indonesia atau calon pemimpin untuk menuju Kawasan Ekonomi ASEAN pada 2015? Sejak presiden baru dilantik pada 20 Oktober 2014, dia hanya memiliki waktu tiga bulan untuk memasuki Kawasan Ekonomi ASEAN.
Sejumlah hasil survei mengindikasikan adanya kekecewaan rakyat terhadap reformasi. Orde Baru yang jatuh karena isu korupsi tidak membuat kita belajar dari perilaku buruk tersebut. Pasca-Orde Baru, pada saat demokrasi prosedural mencapai puncaknya, korupsi justru kian merajalela. Dari pusat sampai daerah, bukan hanya eksekutif, melainkan juga legislatif dan yudikatif. Korupsi tetap menjadi pekerjaan rumah yang belum selesai.
Kembali ke ide pokok mencari pemimpin, mencari pemimpin nasional haruslah didasarkan pada kemampuan calon presiden mengidentifikasi tantangan Indonesia di kancah global serta di dalam negeri dan bagaimana pemimpin menjawab tantangan itu. Jawaban atas masalah bangsa harus menjadi agenda pemimpin guna menemukan narasi besar untuk menuju Indonesia yang lebih baik.
***
(Tajuk Rencana Kompas, 31 Mei 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar