Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 04 Juni 2013

Gonjang-ganjing Kemdikbud (Tajuk Rencana Kompas)

Judul di atas sarkastis. Gonjang-ganjing artinya terguncang-guncang keras. Keadaan darurat yang mendesak agar cepat ditangani.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) terguncang-guncang keras. Darurat. Persoalan demi persoalan terjadi beruntun. Belum selesai kasus korupsi proyek pengadaan laboratorium sejumlah perguruan tinggi negeri, penyelenggaraan ujian nasional (UN) SMA sederajat yang berlanjut wacana penyelewengan, disusul dugaan keterlibatan Inspektorat Jenderal Kemdikbud dalam kasus pemenangan tender event organizer.

Tiga kasus itu baru menyangkut kasus korupsi dan dugaan korupsi. Belum persoalan lain, seperti Kurikulum 2013, proyek sertifikasi guru yang berlanjut dengan tertunda-tundanya tunjangan profesi, serta melorotnya hasil kelulusan UN SMA sederajat dan SMP sederajat dibandingkan dengan tahun lalu.

Dengan fakta di atas, harus kita katakan, instansi Kemdikbud terguncang-guncang keras. Goro-goro!

Masalahnya tidak hanya menyangkut kasus penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang, yang saat ini Indonesia sedang musim semi, tetapi juga kecemasan banyak pihak tentang penyelenggaraan pengembangan generasi muda penerus bangsa.

Manakah lebih berbahaya dari kedua kategori sederhana di atas? Penyalahgunaan kekuasaan dan penyelewengan atau merosotnya mutu hasil pendidikan? Keduanya sama penting dan sama strategis.

Di ruangan ini beberapa kali disampaikan, birokrasi Kemdikbud perlu direformasi. Reformasi 1998 belum menyentuhnya. Cara kerja Kemdikbud masih itu-itu saja. Padahal, dengan uang berlimpah, di antaranya ketersediaan 20 persen dari APBN, mutu, sistem, dan cara kerja birokrasi Kemdikbud perlu ditingkatkan.

Keluhan anggaran berlimpah tidak berdampak ke perbaikan mutu; tidak terserapnya beasiswa; serta proyek buku elektronik dan sertifikasi guru, sekadar menyebut tiga contoh. Repotnya, setiap persoalan dimentahkan dengan penjelasan dan janji yang menyejukkan hati. Karena tidak ada penanganan tuntas, lembaga ini lompat jungkat-jungkit dari lubang yang satu ke lubang berikutnya.

Kita apresiasi keterbukaan Mendikbud soal dugaan penyelewengan di lembaganya. Hendaknya keterbukaan itu bukan terpaksa, tetapi bermaksud baik bersih-bersih rumah sendiri. Yang terbukti salah sepantasnya memperoleh haknya masuk bui.

Lembaga Dikbud dalam tugas pokoknya mengedukasi anak didik atau "membawa ke luar" (educare: memimpin ke luar) berarti memberi kacamata. Tujuannya agar bisa melihat, dan berarti bukan dengan kacamata hitam.

Semoga Menteri Mohammad Nuh berikut instansi dan aparatnya tergerak melakukan reformasi birokrasi dan pembersihan. Jangan sampai kepada anak didik diberikan kacamata hitam, atau membiarkan mata bercucuran air ditusuk pensil tajam.

(Tajuk Rencana Kompas, 4 Juni 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

1 komentar:

  1. Bagaimana kelanjutan sertifikasi guru di Bandung, uantuk tahun 2012 saja masih belum diterima 2 bulan, dan untuk tahun 2013 bru diterima 3 bulan, itupun dg potongan 1 juta yg peruntukanya tidak jelas, kenapa tidak seperti ketika di awal penrimaan sertifikasi tahun 2008 dari pusat yg selalu lancar, langsung diberikan pada yg bersangkutan.

    BalasHapus

Powered By Blogger