Banyak hal menggembirakan, tetapi tidak sedikit yang perlu mendapat perhatian serius pada kondisi lingkungan hidup Indonesia saat ini.
Selama tahun 2012, lingkungan fisik kita mengalami tekanan yang konstan karena kombinasi faktor pertumbuhan penduduk, eksplorasi dan eksploitasi lingkungan, serta limbah sebagai hasil sampingannya.
Pemantauan kualitas udara oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) sejak tahun 2005 di 243 kabupaten dan ibu kota provinsi menunjukkan peningkatan konsentrasi nitrogen oksida (NO2) melampaui ambang batas yang ditetapkan WHO, yaitu 40 µg/N m3. Kenaikan ini menunjukkan peningkatan aktivitas pemakaian bahan bakar fosil, khususnya kendaraan bermotor. Nilai sulfur oksida (SO2) yang pada umumnya berasal dari industri masih di bawah ambang batas.
Hasil pemantauan kualitas udara jalan raya di beberapa kota besar pada tahun 2012 menunjukkan beberapa parameter pencemaran udara meningkat. Selain menyebabkan asap hitam, bau tidak sedap, iritasi mata, dan infeksi pernapasan, pencemaran udara juga dapat memicu risiko kematian dini, berkurangnya produktivitas kerja, dan gangguan produksi pertanian. Emisi kendaraan bermotor menjadi penyumbang terbesar konsentrasi NO2,SO2, CO, dan particulate matter sehingga melampaui 50 persen.
Masalah lain yang harus mendapatkan perhatian adalah hujan asam atau lebih tepat disposisi asam. Data air hujan di lima kota selama 10 tahun menunjukkan, tingkat keasaman air hujan di bawah normal, yaitu 5,6, dan bahkan di beberapa tempat pH-nya 4. Fenomena ini dapat merusak bangunan, badan air, tanah, dan kematian pada hewan tanah mikroskopis yang berperan dalam degradasi dan dekomposisi.
Kondisi air
Untuk air yang sangat penting bagi kehidupan kita, Indonesia masih mengalami 3T, yaitu too much, too little, dan too dirty. Di beberapa tempat, air berlebihan tetapi tidak dikelola baik, di tempat lain air sangat sedikit sehingga akses masyarakat terhadap air sangat rendah. Ketersediaan air ternyata tidak diikuti dengan kualitas baik karena tingkat pencemaran air di Indonesia relatif tinggi (too dirty).
Sekitar 119 juta penduduk Indonesia tidak memiliki akses terhadap air bersih. Mereka yang memiliki akses sebagian besar mendapatkan air bersih dari PAM, penyalur air komersial, dan sumur air dalam. Tingginya jumlah masyarakat tanpa akses air antara lain disebabkan semakin bertambahnya daerah aliran sungai (DAS) yang kritis dengan cepat.
Selama 1984-2005, jumlah DAS kritis bertambah dari 22 menjadi 62 karena alih fungsi lahan di kawasan hulu. Hasil pemantauan air sungai tahun 2008-2012 menunjukkan penurunan kualitas air, terutama di Pulau Jawa dan Sumatera. Sebagian besar provinsi memiliki kualitas air sungai dengan nilai kandungan organik melebihi baku mutu 25 mg/l.
Aktivitas yang tidak terkelola pada tanah dan hutan membuat lahan kritis bertambah di Indonesia. Menurut Statistik Kehutanan 2011, luas lahan kritis di Indonesia mencapai 27,29 juta hektar. Pada lahan kritis terjadi kehilangan unsur hara dan air sehingga merusak tanah dan membutuhkan biaya pemulihan tinggi.
Tekanan lingkungan juga terjadi di pesisir dan laut. Meskipun Indonesia memiliki luas terumbu karang 75.000 km persegi atau sekitar 12-15 persen dari luas terumbu dunia, kualitasnya tidak menggembirakan. Menurut penelitian LIPI tahun 2012 di 1.133 lokasi, hanya 5,30 persen kondisi terumbu karang Indonesia yang sangat baik; 27,19 persen baik; sekitar 37,25 persen cukup baik; tetapi dalam kondisi kurang baik mencapai 30,45 persen.
Dari sisi keanekaan hayati, jumlah spesies yang terancam berbanding lurus dengan tingginya biodiversitas Indonesia. Pada tahun 2010, Kementerian Kehutanan menetapkan 127 jenis mamalia, 382 jenis burung, 31 reptilia, 9 ikan, 20 serangga, 2 krustasea, 1 anthozoa, dan 121 jenis bivalvia masuk daftar fauna dilindungi.
Ini gambaran status lingkungan hidup Indonesia selama tahun 2012 yang memerlukan respons kebijakan dan tindakan yang tepat untuk memulihkan kualitas bagi kesejahteraan bersama. Kegiatan pengawasan lingkungan yang intensif melalui mekanisme Proper dan sistem perizinan telah berhasil menurunkan beban pencemaran lingkungan.
Selama periode 2010-2012, beban pencemaran air limbah yang bisa diturunkan dari kegiatan industri mencapai 19,9 miliar kg atau 52,3 persen dari total limbah organik. Sementara emisi gas rumah kaca dari kegiatan industri, beban pencemarannya berhasil diturunkan 51 juta kg atau setara 1,32 persen karbon dioksida. Tantangan terbesar adalah penurunan beban pencemaran dari rumah tangga yang saat ini baru berhasil diturunkan sekitar 140 juta kg atau hanya 5,4 persen.
Proklim kurangi emisi
KLH juga melaksanakan Program Kampung Iklim (Proklim) sebagai upaya mengurangi emisi gas rumah kaca pada level komunitas. Belasan kampung menjadi peserta Proklim dan ditargetkan mencapai 1.000 kampung. Hal yang menggembirakan, partisipasi yang semakin tinggi dari berbagai lapisan masyarakat dalam kegiatan lingkungan hidup, termasuk publikasi isu-isu lingkungan di media massa.
Apa pelajaran dari sejumlah data itu? Pertama, penurunan kualitas lingkungan membawa dampak jangka pendek, menengah, dan panjang terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Beberapa dampak akan membutuhkan biaya pemulihan yang sangat tinggi dan berpotensi menurunkan daya saing manusia Indonesia. Kedua, ada kebutuhan sangat mendesak untuk menginternalisasikan nilai, pemahaman, dan pengetahuan pengelolaan lingkungan hidup dalam setiap sektor secara mandiri.
Ketiga, semua ini adalah bagian dari komitmen kita semua untuk terus memperbaiki kualitas lingkungan hidup secara berkelanjutan, berkeadilan, dan menyejahterakan rakyat Indonesia.
Balthasar Kambuaya Menteri Lingkungan Hidup
(Kompas cetak, 5 Juni 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar