Rakyat Mesir—tentu tidak semua—tidak puas dengan kinerja Presiden Muhammad Mursi. Ia dianggap tidak mampu segera memulihkan perekonomian, menciptakan keamanan, dan bahkan dinilai terlalu mementingkan kelompoknya. Ketidakpuasan rakyat, yang tergabung dalam barisan oposisi, sudah dimulai sejak penulisan konstitusi baru yang dinilai tidak mencerminkan kepentingan dan melindungi seluruh rakyat. Konstitusi itu juga dinilai tidak memberikan jawaban terhadap cita-cita revolusi penggulingan Hosni Mubarak.
Revolusi 2011, yang sering disebut sebagai Musim Semi Mesir, bertujuan membebaskan rakyat dari tangan pemerintahan diktator, memulihkan martabat rakyat, pemerataan kemakmuran, memerangi korupsi, dan mengatasi pengangguran. Namun, pemerintahan sipil pertama setelah revolusi dinilai juga tak mampu memenuhi tuntutan rakyat, bahkan justru dirasakan mengekang kebebasan.
Rakyat tidak sabar. Mereka berdemonstrasi, menuntut Mursi mundur. Mesir kembali terpecah: anti-Mursi dan pro-Mursi. Dalam situasi seperti itulah militer turun dengan dalih menjawab "panggilan rakyat" dan untuk mencegah "krisis politik yang melemahkan negara".
Persis seperti ketika Revolusi 2011, militer tidak berdiri netral. Ketika itu, militer meninggalkan Mubarak dan berpihak kepada rakyat. Kini, militer meninggalkan pemerintah, Mursi, dan berpihak kepada rakyat yang beroposisi. Bahkan, militer melangkah lebih jauh menyingkirkan Mursi, membekukan konstitusi baru, dan membentuk pemerintahan sementara.
Akan tetapi, kali ini, militer tidak mau mengulangi kesalahan seperti saat menyingkirkan Mubarak. Ketika itu, militer membentuk Dewan Tertinggi Militer sebagai pelaksana pemerintahan sementara. Kini, militer menunjuk Ketua Mahkamah Konstitusi Tertinggi Adli Mansour sebagai pemimpin sementara. Inilah yang oleh militer disebut sebagai "peta jalan" untuk kembali ke demokrasi.
Apa sesungguhnya yang terjadi tidaklah jelas: apakah ini revolusi, apakah ini kudeta, apakah ini langkah memulihkan demokrasi di Mesir seperti yang dinyatakan militer? Apa pun istilahnya, bangunan demokrasi yang sedang dibangun di Mesir runtuh. Mesir kembali lagi ke titik nol. Sebenarnya, runtuhnya rumah demokrasi baru itu atas sumbangan banyak pihak. Mursi dan kelompok serta partai pendukungnya memberikan andil, partai-partai oposisi juga menyumbang, kelas menengah dan kaum muda pun tidak bisa lepas tangan, demikian pula militer.
Kita prihatin, jangan-jangan pola semacam itu akan terus terulang karena konsensus nasional hingga kini belum berhasil mereka capai dan sepakati.
(Kompas, 5 Juli 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar