Berbagai upaya untuk mempertemukan pihak-pihak yang berseteru—antara pemerintah dukungan militer dan sebagian besar rakyat serta para pendukung Mursi yang dimotori oleh Al-Ikhwan al-Muslimin—hingga kini belum menunjukkan hasil.
Keterlibatan pihak luar—seperti Senator AS John McCain dan Lindsey Graham, Deputi Menlu AS William Burns, diplomat terkemuka Uni Eropa Catherine Ashton, diplomat senior Uni Eropa Bernardino Leon, serta delegasi dari Uni Afrika sekalipun—juga tak berhasil membawa mereka meredakan hati, membuang rasa bermusuhan, lalu duduk bersama dan memikirkan masa depan negeri itu.
Bahkan, ajakan rembuk nasional yang digagas Imam Besar Al-Azhar Ahmad al-Tayeb pun tidak berhasil. Para pendukung Mursi tetap bersiteguh, dialog baru bisa dilakukan kalau Mursi dibebaskan dan dipulihkan kedudukan dan jabatannya. Mereka juga tetap melihat Al-Azhar sebagai pendukung aksi militer untuk menyingkirkan Mursi.
Itulah sebabnya, mereka tetap bertahan menggelar aksi protes dengan menduduki kawasan sekitar Masjid Raba'a al-Adawiya, Nasr City, Kairo, dan Lapangan Al-Nahda, Giza, Kairo. Mereka bertekad untuk terus bertahan sampai tuntutan mereka dikabulkan. Ancaman polisi yang akan membubarkan mereka tidak dipedulikan.
Inilah situasi paling sulit yang dihadapi Mesir, bahkan lebih sulit dibandingkan saat Revolusi 2011 ketika rakyat berhadapan dengan rezim Hosni Mubarak. Ketika itu, militer memberikan andil dalam penyelesaian masalah karena segera meninggalkan Mubarak dan berpihak kepada rakyat. Kini, militer tidak hanya ikut bermain, tetapi juga memberikan andil besar lahirnya situasi pelik sekarang ini.
Memang mudah bagi polisi yang didukung oleh militer untuk membubarkan aksi duduk di dua tempat itu apabila menggunakan jalan kekerasan. Namun, tentu akibatnya akan sangat parah dan bisa-bisa Mesir menjadi sasaran kecaman dunia internasional atau bahkan dikucilkan. Sebab, tindakan kekerasan akan menimbulkan korban, baik tewas maupun luka. Jika itu terjadi, akan semakin banyak korban tewas di tangan aparat, yang sekarang ini sudah lebih dari 100 orang.
Sementara sikap harga mati para pendukung Mursi tentu juga tidak menyelesaikan masalah. Mana mungkin tuntutan mereka dikabulkan. Kebuntuan penyelesaian politik dan tidak ditemukannya jalan keluar biasanya akan mendorong dipilihkan jalan kekerasan. Namun, apakah jalan ini yang akan dipilih Mesir? Jika demikian, Revolusi 2011 seperti tidak ada artinya lagi. Akan tetapi, krisis politik harus segera diselesaikan, tidak bisa dibiarkan.
(Tajuk Rencana Kompas cetak, 14 Agustus 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar