PR jangka pendek itu penanganan arus balik. Karena tidak serentak, dipastikan tidak serumit arus mudik walaupun jumlahnya lebih besar karena disertai "pembonceng". Mereka tidak bisa dilarang, walaupun cara basi dilakukan Pemprov Jakarta selama ini dengan operasi yustisi sekalipun.
Peredaran uang lebih dari 60 persen di Jakarta karena UU Otonomi Daerah dan desentralisasi pembangunan belum jalan, Jakarta tetap menjadi daya tarik pencari kerja. PR itu tidak hanya bagi Pemprov Jakarta yang, di antaranya, harus menyediakan lapangan kerja lebih banyak lagi, tetapi juga bagi pemerintah pusat.
Konsep UU Otonomi Daerah dan semangat desentralisasi bagus, tetapi tidak diimbangi dengan kesiapan daerah. Penyebabnya perilaku elite, pola perekrutan, gaya kepemimpinan pemerintahan daerah, dan biaya pilkada yang amat besar.
PR besar bagi Kementerian Dalam Negeri untuk mendesain ulang lewat peraturan pemerintah, misalnya dari sisi organisasi, personalia, dan pengelolaan keuangan, termasuk pengurangan persentase APBN untuk Jakarta 90 persen pajak seluruh rakyat Indonesia.
Setelah berjibaku lewat proses arus mudik yang tidak mudah, setelah balik ke Jakarta mereka harus berjibaku terus-menerus: dihadang ancaman pemutusan hubungan kerja dan kenaikan harga barang akibat terus melemahnya nilai rupiah dibandingkan dengan dollar AS yang berdampak pula inflasi luar biasa.
Amatan ekonom Faisal Basri kita garis bawahi. PR jangka panjang mesti dilakukan segera untuk perbaikan kinerja ekonomi. PR itu ditingkahi masalah-masalah besar dan gangguan-gangguan klasik, seperti korupsi, ancaman terorisme, kejahatan narkoba, serta musibah dan bencana alam. Menurunnya perhatian praksis pemerintahan pada tugas pokoknya—instruksi yang sudah biasa diabaikan— sebab semua mempersiapkan pemilu dan pilihan presiden tahun 2014, membuat rakyat semakin biasa dengan tidak eksisnya pemerintahan.
Selain jangka panjang PR pemerintah pusat, PR jangka pendek dan menengah memang lebih banyak dihadapi kota-kota besar yang menjadi "serbuan" pencari kerja. Lebaran Idul Fitri berikut mudiknya, seremonial tahunan napas keagamaan dan sosial-ekonomi-budaya, menawarkan berbagai perspektif tentang tantangan desentralisasi pembangunan.
Selain jaminan aman-nyaman arus mudik dan arus baliknya, juga tentang perubahan paradigma pembangunan kawasan pedesaan dan daerah, bukan hanya Jakarta dan luar Jakarta, melainkan juga perkotaan dan pedesaan, bahkan Jawa dan luar Jawa.
(Tajuk Rencana Kompas cetak, 12 Agustus 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar