Menurut komisi pemeriksa PBB yang beranggota tiga orang itu, kejahatan kemanusiaan yang terjadi di negara yang sangat tertutup bagi dunia luar itu mencakup eksekusi yang sistematis hingga penyiksaan, pemerkosaan, dan kelaparan massal.
Dalam laporan investigasi yang disusun selama satu tahun oleh komisi pemeriksa PBB itu juga tercatat keberadaan kamp tahanan politik yang berisi 80.000-120.000 orang. Hal lain yang tercatat adalah penculikan yang dilakukan negara terhadap warga Jepang dan warga negara lain serta pelaksanaan indoktrinasi seumur hidup.
Korut menolak semua tuduhan yang disusun dalam laporan investigasi setebal 372 halaman itu. Korut mengatakan, laporan tersebut didasarkan pada bahan-bahan palsu yang bersumber pada kekuatan lawan, yang didukung Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang.
Korut boleh saja menolak semua tuduhan itu, tetapi dunia internasional belum melupakan eksekusi yang dilakukan Jong Un terhadap paman sendiri, Jang Song Thaek, Desember lalu. Song Thaek dihukum mati dengan alasan mengkhianati kepercayaan yang diberikan Jong Un dan mendiang ayahnya, Kim Jong Il. Sebelumnya, dua asisten Song Thaek juga dihukum mati.
Itu sebabnya, dalam surat yang menyertai laporan investigasi tersebut, ketua komisi itu, Michael Kirby, pensiunan hakim Australia, mendesak Jong Un mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menghentikan kejahatan kemanusiaan. Jong Un juga didesak untuk menjamin pelakunya diperiksa secara semestinya dan dijatuhi hukuman.
Kirby dalam surat itu secara langsung memperingatkan Jong Un tentang diperlukannya penuntutan internasional untuk meminta pertanggungjawaban dari pihak-pihak yang bertanggung jawab, termasuk Jong Un sendiri.
Namun, Kirby menyadari bahwa peringatan itu akan diabaikan. Mengingat, dalam surat-menyurat yang dilakukannya tahun lalu, pejabat-pejabat Korut tak mau bekerja sama dengan komisi pemeriksa PBB. Mereka juga mengatakan, menolak pemeriksaan yang diperintahkan Dewan Hak Asasi Manusia yang berkedudukan di Geneva, Swiss.
Apalagi, kemungkinan Korut akan diseret ke depan Mahkamah Internasional sangat kecil mengingat Korut didukung oleh China, salah satu dari lima negara yang mempunyai hak veto di Dewan Keamanan PBB.
Walaupun demikian, kita berharap, PBB tidak berhenti dalam menyuarakan kejahatan kemanusiaan yang berlangsung di Korut. Kejahatan kemanusiaan tidak boleh dibiarkan terus berlangsung, tanpa perlawanan. Sekecil apa pun perlawanan itu.
Sumber: Kompas cetak Edisi 19 Februari 2014
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar