Meskipun, dari kacamata lain, bisa dilihat justru hal yang sebaliknya. Pengunduran diri itu dipandang sebagai upaya untuk melapangkan jalan bagi Menteri Pertahanan Jenderal Abdel Fatah El-Sisi untuk menuju ke kursi presiden, dalam pemilu yang akan diselenggarakan tahun ini.
Konstitusi Mesir mengatur bahwa seorang tentara aktif tidak bisa mencalonkan diri sebagai presiden. Karena itu, Sisi, pertama, harus melepaskan jabatannya sebagai menteri pertahanan, dan kedua, ini yang penting, harus mundur dari dinas kemiliteran, atau pensiun.
Memang, pengunduran diri Beblawi lebih banyak memunculkan pertanyaan ketimbang jawaban. Apalagi, pengunduran diri, sekaligus pembubaran kabinet, dilakukan setelah sidang kabinet yang hanya berlangsung selama 15 menit. Sidang kabinet itu dihadiri juga oleh Presiden (sementara) Adly Mansour dan Jenderal Sisi.
Apa yang sesungguhnya terjadi di Mesir sehingga memaksa mundur Beblawi, yang diangkat jadi perdana menteri sejak Juli tahun lalu setelah demonstrasi yang berujung dengan penggusuran Presiden Muhammad Mursi dan PM Hisham Qandil. Beblawi hanya mengatakan, "Reformasi tak dapat dilaksanakan hanya oleh pemerintah sendiri."
Apa maksud pernyataan Beblawi itu? Memang, sejak Revolusi 2011, yang berakhir dengan tumbangnya pemerintahan Presiden Mubarak, disusul pembentukan pemerintahan transisi oleh militer, lalu pemerintahan baru di bawah Mursi, dan akhirnya digusur oleh militer, bisa dikatakan Mesir belum menikmati hasil revolusi.
Cita-cita revolusi—lahirnya kembali Mesir yang demokratis, yang menjunjung pluralisme, dan modern—belum kesampaian. Yang terjadi justru sekarang ini Mesir tak habis dirundung malang. Krisis politik berkelanjutan, buruknya situasi keamanan, teror di mana-mana, merosotnya wisatawan yang merupakan unggulan devisa, dan menurunnya perekonomian yang diwarnai mogok pekerja di banyak perusahaan, menjadi menu sehari-hari Mesir. Gangguan keamanan muncul di mana-mana, antara lain di Sinai. Permusuhan antara militer, pemerintah, dan Ikhwanul Muslimin menyumbang guncangnya stabilitas keamanan.
Pemerintah, memang, seperti tidak berdaya, sementara bantuan dari luar, semisal Barat, dirasakan kurang menjanjikan sehingga Mesir menoleh ke Rusia. Apakah semua itu menjadi alasan Beblawi mundur? Kalau benar demikian, tentu ini sebuah isyarat yang tidak baik bagi masa depan negeri itu. Harapannya adalah pemilu mendatang akan menghasilkan presiden yang bisa membawa Mesir keluar dari krisis. Mungkinkah Sisi melakukan itu?
Sumber: Kompas Cetak Edisi 26 Februari 2014
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar