Setiap kali terjadi kebakaran lahan dan hutan, rakyat menjadi korban. Kabut asap jelas tidak baik bagi kesehatan. Karena polusi asap yang menyebar melalui udara, praktis tidak ada ruang bagi penduduk untuk menghindar.
Kabut asap juga mengganggu jadwal penerbangan menuju dan keluar dari Riau. Jelas bahwa pembakaran lahan dan hutan menimbulkan kerugian ekonomi, sosial, dan psikologis bagi penduduk Riau dan bahkan melampaui batas geografi provinsi itu.
Masih lekat dalam ingatan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Juni 2013 meminta maaf kepada Singapura dan Malaysia karena asap tebal kebakaran hutan dan lahan mengganggu negara terdekat Indonesia tersebut.
Pemerintah—dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup—kemudian memang bertindak. Satu perusahaan, PT Kalista Alam, digugat perdata pemerintah karena pembakaran lahan gambut di hutan Rawa Tripa, Aceh. Pengadilan Negeri Meulaboh awal Januari menghukum perusahaan mengganti rugi Rp 114,3 miliar untuk kerusakan lingkungan dan membayar Rp 251,7 miliar untuk pemulihan ekosistem. Vonis juga mengesahkan sita jaminan 5.000 hektar. Perusahaan itu kini menjalani sidang pidana pembakaran gambut di pengadilan sama.
Selain itu, pemerintah tengah menyiapkan gugatan pidana terhadap PT LIH, JJP, SPM, BRNS, SRL, RUJ, dan BBH di Riau untuk pembakaran lahan gambut. Proses hukum memakai berbagai pendekatan, seperti perpajakan, pencucian uang, perkebunan, dan kehutanan. Perusahaan lain, AP, dalam penanganan Kepolisian Daerah Riau.
Meskipun ada tindakan tegas terhadap pelanggar undang-undang yang melarang pembakaran hutan dalam pembukaan lahan, kebakaran terus terjadi. Kabut asap menyelimuti hampir seluruh Riau.
Polda Riau menangkap 25 tersangka pembakar hutan dalam 26 kasus kebakaran lahan selama dua pekan terakhir. Seolah tidak ada efek jera untuk terus merusak lingkungan dan melanggar undang-undang.
Karena itu, langkah tegas pemerintah menyeret para perusak lingkungan, terutama korporasi yang seharusnya taat aturan yang berlaku, ke pengadilan dan menjatuhkan denda berat untuk pelanggaran yang dilakukan tidak boleh goyah dengan alasan apa pun.
Masyarakat akan dan harus ikut mengawasi kesungguhan pemerintah menjalani kewajibannya menjaga lingkungan, termasuk menindak tegas pelaku perusakan. Bahkan, bila pelaku pelanggaran adalah perusahaan asing.
Kita menunggu langkah tegas disertai bukti kuat telah terjadi pelanggaran pemerintah. Hanya dengan cara itu hukum lingkungan dipatuhi semua pemangku kepentingan. Rakyat pun mendapatkan perlindungan yang menjadi hak mereka.
Sumber: Kompas cetak edisi 27 Februari 2014
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar