Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 22 Mei 2014

TAJUK RENCANA: Credit Suisse dan Penghindar Pajak (Kompas)

KASUS proses hukum pajak yang menyeret Credit Suisse menjadi tonggak penting dalam perang melawan kejahatan penghindaran pajak global.
Meski belum bisa dikatakan kemenangan terhadap jaringan kejahatan pajak, ini tonggak penting, terutama karena Amerika Serikat berhasil menyeret lembaga keuangan raksasa yang selama ini dianggap terlalu sakti untuk diproses hukum (too big to jail). Kasus ini juga membuktikan masih bercokolnya surga penghindar pajak dunia.

Bukan rahasia lagi, Swiss adalah salah satu surga bagi para penggelap pajak dan pencucian uang. Beberapa negara lain juga dikenal sebagai surga pengemplang pajak.

Ekonomi mereka diuntungkan oleh aliran dana koruptor, mafia obat bius, dan para penghindar pajak. Bisa dimengerti jika mereka tak kooperatif. Dalam kasus Credit Suisse, bank ini tak hanya menampung dana pengemplang, tetapi juga menghancurkan dokumen-dokumen bukti.

Sebelum Credit Suisse (bank kedua terbesar Swiss); UBS (bank terbesar Swiss), Wegelin & Co (bank tertua Swiss), dan HSBC Private Bank juga kena kasus serupa. Nama Swiss beberapa kali jadi sorotan karena disinyalir menyembunyikan harta korupsi diktator/mantan penguasa, seperti Marcos (Filipina), Mobutu (Zaire), dan juga diduga Soeharto.

Di AS dan Kanada, ribuan individu dengan kekayaan miliaran dollar AS menyembunyikan harta di Swiss. Motifnya, menghindari pajak. Ini dimungkinkan karena tak ada aturan resmi yang melarang mereka memiliki rekening bank di luar negeri. Bank juga sering berlindung pada pasal kerahasiaan bank yang memungkinkannya berkelit dari keharusan membeberkan data nasabahnya.

Tekanan keras internasional terhadap negara surga pengemplang pajak utama baru dimulai setelah insiden serangan teroris di AS, 11 September 2011, dengan fokus untuk memantau/membatasi pergerakan dana pembiayaan kegiatan terorisme dan pencucian uang.

Namun, ini belum mampu menghilangkan praktik itu. Selama ada negara yang menerapkan tarif pajak sangat rendah, aturan kerahasiaan bank sangat ketat, sistem perpajakan kurang transparan, dan tak kooperatif dalam pertukaran informasi dengan negara lain, maka aktivitas pencucian uang dan penghindaran pajak jalan terus.

Negara maju, seperti AS, dengan lembaga IRS yang dilengkapi tim pengacara dan investigator canggih saja sering kesulitan memaksa pelaku jaringan pengempang pajak untuk kooperatif, apalagi negara-negara lain.

Kita sering tak berkutik menghadapi pengemplang pajak, konglomerat hitam, dan koruptor yang menyembunyikan dana haramnya di luar negeri. Perlu tekanan lebih keras dari internasional untuk negara yang tak kooperatif dan sanksi/hukuman berat agar pelaku jera.

Source: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000006763520
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger