Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 07 Juni 2014

TAJUK RENCANA Kemenangan Semu Assad (Kompas)

TIDAK ada yang terkejut bahwa Bashar al-Assad memenangi pemilu presiden Suriah yang dilaksanakan pada Selasa pekan silam.
Dengan kemenangan itu—menurut ketua parlemen Assad meraih 88,7 persen suara, lebih rendah dibandingkan kemenangannya pada Pemilu 2000 (97 persen) dan Pemilu 2007 (97,62 persen)—Assad akan memerintah kembali Suriah untuk periode ketiga. Masa jabatan presiden untuk satu periode adalah tujuh tahun.

Bashar al-Assad mengalahkan dua pesaingnya: pengusaha Hassan bin Abdullah al-Nouri (54) dan anggota parlemen Maher Abdul-Hafiz Hajjar (46). Namun, kedua pesaingnya itu adalah sosok yang tidak begitu dikenal. Oleh karena itu, keduanya ibarat kata hanyalah kandidat pendamping, seperti di Indonesia pada zaman Orde Baru.

Kemenangan Bashar al-Assad itu tentu disambut kegembiraan dari kubu pendukungnya. Akan tetapi, banyak pihak, terutama kalangan oposisi dan negara-negara Barat, menganggap kemenangannya tidak demokratis karena tidak benar-benar mencerminkan suara rakyat.

Mengapa demikian? Dari seluruh penduduk Suriah yang berjumlah sekitar 22,5 juta orang, menurut Mahkamah Konstitusi, yang berhak memilih 15,85 juta orang. Dan, sebanyak 11,63 juta orang di antaranya menggunakan haknya untuk memberikan suara.

Pertanyaannya adalah apakah angka-angka itu bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya? Hal itu mengingat sepertiga penduduk Suriah saat ini menjadi pengungsi—baik menjadi pengungsi lokal maupun mengungsi ke negara tetangga—karena perang yang sudah berlangsung selama tiga tahun. Perang saudara yang kemudian menjadi perang berbau sektarian itu sudah menewaskan lebih dari 160.000 orang, belum terhitung yang menderita.

Pemilu memang dilaksanakan di tengah berkecamuknya perang. Banyak kalangan menilai, inilah cara Bashar al-Assad mempertahankan kekuasaannya. Sebab, bagaimana mungkin pemilu bisa dilaksanakan secara jujur dan adil lagi terbuka kalau keselamatan warga terancam. Tambahan lagi, banyak rakyat yang tidak dapat menggunakan haknya karena situasi keamanan tidak memungkinkan. Bahkan, saat kampanye pun, praktis hanya Bashar al-Assad yang bebas berkampanye, terutama di daerah yang dikuasai pasukan pemerintah. Sementara kedua lawannya tidak mendapatkan ruang karena masalah keamanan.

Tidak aneh kalau banyak pihak, terutama negara-negara Barat, menganggap pemilu di Suriah sangat tidak adil dan jujur serta semata-mata hanya digunakan oleh Bashar al-Assad sebagai cara untuk mempertahankan kekuasaannya. Dan, pemilu tersebut tidak sepenuhnya mencerminkan suara rakyat.

Yang lebih penting lagi, perubahan apa yang akan terjadi di Suriah setelah Bashar al-Assad memenangi pemilu?

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000007067821
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger