Sikap sangat keras antara lain ditunjukkan oleh Australia. Negara tetangga sebelah selatan Indonesia itu segera menarik duta besarnya dari Jakarta setelah dua warga negaranya dieksekusi mati karena kasus narkoba, Rabu dini hari, di Nusakambangan, Jawa Tengah. Wajar Australia bersikap demikian, karena itulah salah satu tugas negara, yakni melindungi warga negaranya di mana pun.
Pelaksanaan hukuman mati di negeri kita tidak hanya telah memunculkan kehebohan di tingkat nasional, tetapi juga internasional. Padahal, di negara lain, sebut saja Timur Tengah atau ASEAN, biasa saja. Hal itu terjadi oleh banyak sebab, antara lain peran media yang mendramatisasi dan juga karena pemerintah beberapa kali mewacanakan dan menunda pelaksanaannya.
Memang, pelaksanaan hukuman mati masih menjadi isu kontroversial. Ada banyak negara di dunia yang sudah menghapus hukuman mati. Menurut Amnesti Internasional, sudah 140 negara yang menghapus hukuman mati. Pada tahun 2013, sebanyak 22 negara masih memberlakukan hukuman mati, tetapi hanya sekitar 15 negara yang masih menjatuhkan hukuman mati, termasuk Indonesia. Negara-negara anggota ASEAN lainnya yang masih memberlakukan hukuman mati selain Indonesia adalah Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Ada berbagai alasan yang dikemukakan negara-negara yang masih memberlakukan hukuman mati. Namun, apa pun alasannya, kita tetap berpandangan bahwa nilai hidup manusia jauh lebih penting daripada segalanya. Sebab, hidup adalah anugerah, bukan hasil kekuatan manusia, atau hasil rekadaya manusia sendiri. Oleh karena itu, semestinya tidak satu orang pun yang dibenarkan mengklaim berhak untuk mengakhiri hidup orang lain.
Secara moral, hukuman mati tidak dapat dibenarkan. Namun, di Indonesia ada ketetapan tentang hukuman mati. Ketetapan itu masih berlaku hingga saat ini. Karena itu, kita tidak bisa menolaknya. Hanya saja, peradilan dan pelaksanaan hukuman mati harus benar-benar kritis, hati-hati, dan teliti, tidak hantam kromo, serampangan, sehingga mengabaikan aspek keadilan, sehingga bisa jadi menghukum orang yang tidak bersalah dan tidak menghukum orang yang semestinya dihukum karena memang benar-benar bersalah.
Adalah lebih baik kalau hukuman mati digantikan hukuman seumur hidup, misalnya. Hukuman seperti ini— hukuman seumur hidup—lebih manusiawi dan juga lebih menghargai kehidupan. Kita berharap negara tidak diturunkan "derajatnya" dari pemelihara, pelindung kehidupan, menjadi pembunuh kehidupan di tengah pergaulan internasional yang semakin beradab ini.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 April 2015, di halaman 6 dengan judul "Kita Harus Makin Beradab".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar