Pembekuan didasarkan pada pengabaian tiga kali peringatan dalam sepekan yang disampaikan Menpora kepada PSSI. Peringatan itu terkait dengan keikutsertaan Arema Cronus dan Persebaya pada ajang Indonesia Super League (ISL), yang dinilai masih bermasalah.
Arema dan Persebaya tetap menggelar pertandingan masing-masing di stadion Kanjuruhan Malang dan Gelora Bung Tomo Surabaya. Menpora menilai, kenekatan dua klub Jatim ini tidak lepas dari dukungan PSSI dan PT Liga Indonesia (LI) yang merupakan operator ISL.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007, Kemenpora bisa menjatuhkan sanksi administratif terhadap PSSI dan PT LI. Menpora lewat Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) meminta ISL diikuti oleh 16 klub, di luar Persebaya dan Arema.
Menpora mengancam menjatuhkan sanksi lebih berat, berupa pencabutan izin organisasi dan tidak mengakui kegiatan keolahragaan PSSI, jika Arema dan Persebaya tetap ikut ISL. Alih-alih mempertimbangkan surat peringatan, PSSI malah menghentikan sementara laga ISL.
PSSI berdalih, sesuai keputusan Kongres PSSI dan laporan kepada FIFA bahwa kompetisi ISL diikuti 18 klub. FIFA menyatakan mereka laik tampil. Jika satu saja klub tak diikutsertakan, PSSI akan dinilai melanggar Statuta FIFA dan PSSI. Ini bisa berimplikasi sanksi FIFA atas PSSI selama 6 bulan sampai 1 tahun.
Menpora sempat dikejutkan oleh surat dari Sekjen FIFA Jerome Valcke. Valcke meminta Menpora menghentikan intervensi kepada PSSI, khususnya ISL, terkait pelarangan Arema dan Persebaya ikut ISL.
Namun, surat tersebut justru disayangkan General Manager Asosiasi Pesepak Bola Profesional Indonesia (APPI) Valentino Simanjuntak. Ia menyatakan, justru yang dilakukan Menpora dan BOPI untuk menjamin terpenuhinya aturan lisensi klub, yang juga diputuskan FIFA.
Ketika Menpora membekukan PSSI dan seluruh kegiatannya, itu adalah puncak perseteruan di antara keduanya. Namun, pembekuan barulah awal dari upaya menyelesaikan kisruh sepak bola nasional. Langkah strategis, konstruktif, dan cepat oleh Menpora kita tunggu, termasuk bertemu dengan pengurus PSSI yang baru terpilih di KLB Surabaya guna menghindari sanksi FIFA yang sudah di depan mata.
Setiap pihak harus melihat kepentingan yang lebih besar karena di samping sanksi FIFA taruhannya tidak kecil, yaitu masa depan sepak bola nasional dan semua orang yang terlibat di dalamnya.
Sepak bola Indonesia pernah disegani di tingkat ASEAN bahkan pernah menahan imbang Uni Soviet, 0-0, di arena Olimpiade 1956. Kita memimpikan kejayaan itu datang kembali seiring pembenahan yang terus dilakukan.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 April 2015, di halaman 6 dengan judul "Menpora dan Sepak Bola Kita".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar