Langkah itu diambil Presiden Joko Widodo dalam kunjungan kerjanya ke Papua dan Papua Barat akhir pekan lalu. Perhatian Presiden Jokowi terhadap Papua terbilang tinggi. Dalam tujuh bulan pemerintahannya, Presiden Jokowi telah dua kali mengunjungi Papua. Kunjungan pertama dilakukan saat merayakan Natal 27-28 Desember 2014 dan akhir pekan lalu Presiden kembali mengunjungi Papua.
Pemberian grasi sekaligus pelepasan lima narapidana politik dilakukan di LP Abepura, Jayapura, dengan disaksikan sejumlah menteri di lingkungan Kementerian Politik dan Keamanan. Berkaitan dengan pembukaan akses bagi jurnalis asing meliput Papua dan Papua Barat, Presiden berharap kegiatan jurnalistik itu tidak disalahgunakan untuk menebar dan mengembangkan isu separatisme di Papua. Selama ini, Papua dan Papua Barat dikenal sulit didatangi jurnalis asing. Sejumlah organisasi wartawan di Indonesia dan dunia menyambut baik kebijakan Presiden Jokowi untuk membuka akses bagi jurnalis asing untuk meliput Papua.
Pendekatan baru Presiden Jokowi yang tidak sepenuhnya mengedepankan pendekatan keamanan, tetapi mengedepankan pendekatan pembangunan, kesejahteraan, dan keadilan patut diapresiasi. Kepercayaan antara Jakarta dan Papua harus dikembangkan melalui komunikasi yang jujur dalam bingkai NKRI. Pelepasan narapidana politik adalah upaya membangun saling percaya antara Jakarta dan Papua. Selama ini, masyarakat Papua seperti tidak pernah merasa tenang karena selalu diganggu dengan kegaduhan dan kekerasan struktural ataupun kultural. Kekerasan struktural kebanyakan melibatkan aparat keamanan yang berujung pada pelanggaran hak asasi manusia dan akhirnya menginternasionalisasi isu Papua.
Kita berharap pendekatan kesejahteraan yang dilakukan Presiden terhadap masyarakat Papua bisa lebih menciptakan kedamaian dan menghadirkan kesejahteraan di Papua. Sebenarnya pendekatan kesejahteraan sudah coba dilakukan dengan pemberian otonomi khusus sejak 2001. Namun, sejauh mana efektivitas otonomi khusus untuk mendatangkan kesejahteraan bagi warga Papua masih perlu dicari. Apakah karena pelaksanaannya yang tidak sepenuh hati atau karena faktor lain?
Kita memandang kebijakan Presiden membuka Papua merupakan keputusan politik yang diambil berdasar masukan bersama aparat keamanan. Para pejabat harus siap dengan sistem keterbukaan di Papua. Dalam era kemerdekaan pers, pemerintah sulit mengontrol pers dengan batasan tidak boleh menjelek-jelekkan pemerintah. Namun, pejabat pemerintahan sendirilah yang harus selalu siap memberikan konteks untuk mendudukkan masalah Papua secara lebih komprehensif.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 Mei 2015, di halaman 6 dengan judul "Pendekatan Baru untuk Papua".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar