Dalam 50 tahun itu, Singapura berhasil meningkatkan penghasilan dari 500 dollar AS per kapita pada 1965 ke 55.000 dollar AS pada 2015, peningkatan yang 110 kali lipat. Kemajuan lain adalah sangat menurunnya kematian anak balita dan berkembangnya pendidikan bermutu bagi seluruh bangsa. Juga pemilikan rumah semua penduduk amat tinggi. Semua itu menunjukkan prestasi spektakuler dan dirasakan merata seluruh bangsa.
Kishore Mahbubani telah menguraikan ihwal kemajuan itudan apa dasarnya. Katanya, sejak awal, para pemimpin Singapura mengajak bangsanya maju berlandaskan tiga dasar kehidupan, yakni meritokrasi, pragmatisme, dan kejujuran (MPK). Dengan berpegang teguh pada tiga nilai itu telah dapat diwujudkan kemajuan menonjol tersebut.
Namun, yang sangat menentukan ialah kepemimpinan kuat-konsisten yang ditunjukkan Lee Kuan Yew-Goh Keng Swee-Rajaratnam. Kepemimpinan itulah yang menjadikan MPK efektif dalam hidup bangsa dan membawa hasil spektakuler.
Bagaimana Indonesia
Pada 17 Agustus lalu, bangsa Indonesia merayakan HUT ke-70 kemerdekaannya. Selama itu, bangsa Indonesia juga mencipta- kan kemajuan berarti. Kalau pada 1945 penghasilan per kapita baru sekitar 80 dollar AS, kini sekitar 10.000 dollar AS, atau 125 kali lipat. Jumlah penduduk meningkat dari sekitar 60 juta ke 250 juta.
Jumlah orang yang memperoleh pendidikan sekolah amat meningkat, juga pencapaian tingkat pendidikan yang jauh lebih tinggi. Kalau dalam masa penjajahan jumlah insinyur listrik bangsa Indonesia tak melebihi 10 orang, sekarang jumlah itu sudah amat meningkat. Hal ini telah membawa mobilitas sosial ke tingkat atas. Buktinya, sekarang jumlah golongan menengah makin meningkat. Hal itu tak hanya terjadi di Pulau Jawa, tetapi di seluruh kepulauan Indonesia.
Di pihak lain, bangsa Indonesia masih menghadapi berbagai kelemahan dan kerawanan sehingga kemajuan itu jauh di bawah potensi yang tersedia oleh alam dan bumi Indonesia. Bangsa Indonesia belum dapat mengembangkan manfaat optimal kemurahan Tuhan yang berlimpah sehingga kekayaan alam dan bumi Indonesia lebih dimanfaatkan bangsa asing yang beroperasi di Indonesia.
Dengan kekayaan alam dan luasnya, kondisi bumi dan perairan yang subur, jumlah manusia yang banyak disertai potensi kecerdasan yang tinggi, dan lokasi geostrategis sebagai Benua Maritim yang terletak di Posisi Silang Dunia, kemajuan yang sudah tercapai amat kurang memadai setelah merdeka 70 tahun. Ditambah dengan kenyataan bahwa bangsa Indonesia mengalami kesenjangan lebar kaya-miskin sehingga 10.000 dollar AS kurang menunjukkan kesejahteraan merata.
Juga kondisi pendidikan yang masih belum memadai, terutama dari segi kualitas, sehingga Indonesia masih amat kekurangan pakar teknologi dan kesehatan (dokter, ahli gizi, dll). Itu semua terutama karena kepemimpinan kurang bermutu pada tingkat nasional, daerah, ataupun profesi.
Jelas bahwa sekalipun bangsa Indonesia selama 70 tahun merdeka telah berhasil mewujudkan kemajuan, terwujudnya masyarakat maju-sejahtera yang adil dan merata masih jauh.
Dasar untuk maju
Mungkin ada yang mengatakan sebaiknya kita ikuti cara Si- ngapura dengan MPK-nya. Memang, untuk mencapai kemajuan, perlu ada sikap menghargai prestasi (meritokrasi), demikian pula kejujuran amat penting. Namun, terhadap pragmatisme, kita harus waspada karena buat Indonesia dapat sangat merugikan kalau dilakukan berlebihan. Maka, dengan mengakui bahwa MPK-nya Singapura telah amat berguna bagi bangsa itu, bagi Indonesia masih kurang memadai.
Jumlah penduduk yang banyak dengan sifat kemajemukan tinggi harus kita hadapi secara arif bijaksana. Itu sebabnya, bagi bangsa Indonesia, Pancasila adalah dasar negara yang tak dapat ditinggalkan dan harus diwujudkan. Perbedaan harus selalu dibarengi kesatuan, kebersamaan, sedangkan kesatuan juga selalu menyadari dan menghargai perbedaan. Hanya dengangotong royong bangsa Indonesia dapat mewujudkan kondisi masyarakat yang damai dan sejahtera.
Tak mungkin, umpamanya, ekonomi nasional dikembangkan dengan neoliberalismeyang bertentangan dengan gotong royong karena kurang memedulikan kesejahteraan bersama. Juga dalam kehidupan sosial harus ada toleransi tinggi dan tidak mengabaikan minoritas atau pihak lemah. Sebaliknya, semua golongan diajak bergerak bersama untuk kemajuan bersama. Maka, dasar kemajuan buat bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat gotong royong.
Masyarakat gotong royong itu harus mampu mengembangkankesejahteraan yang tinggi dengan memanfaatkan berbagai karunia Allah yang begitu berlimpah. Itu hanya mungkin kalau bangsa Indonesia makin mampu menguasai iptek modern. Sebab itu, dasar kemajuan kedua adalah penguasaan iptek modern.
Itu semua memerlukan manusia Indonesia yang pejuang, bukan manusia yang manja mental. Manusia yang selalu mengejar performa terbaik untuk mencapai hasil tertinggi, yang tidak mudah putus asa dan selalu berusaha melaksanakan yang sudah dimufakati sebagai hal baik. Bukan manusia yang suka berteori dan berwacana belaka tanpa perbuatan dan implementasi.
Juga manusia yang tak mudah lunak menghadapi bangsa lain yang sudah lebih dulu maju meskipun selalu menjunjung tinggi sopan santun dan toleransi. Manusia yang selalu siap memperjuangkan yang terbaik bagi kebersamaan, bagi bangsa Indonesia dan NKRI. Mungkin sekarang sudah banyak manusia Indonesia dengan sifat pejuang, tetapi masih amat kurang banyak dibandingkan jumlah penduduk Indonesia yang 250 juta dan masih terus bertambah. Manusia Indonesia pejuang harus menjadi mayoritas bangsa Indonesia.
Maka, dasar kemajuan bangsa Indonesia adalah mewujudkan masyarakat gotong royong, modern, dan pejuang.
Seperti di Singapura, Indonesia amat membutuhkan mutu kepemimpinan yang tinggi di tingkat nasional atau pusat dan daerah, serta untuk semua organisasi produksi dan masyarakat. Kepemimpinan yang cakap dalam mengajak dan menginspirasi para anggotanya menjadi teladan bagi mereka, tetapi juga cakap mengelola organisasi yang dipimpinnya.
Hendaknya ini jadi kenyataan ketika bangsa Indonesia pada 2045 memperingati 100 tahun kemerdekaannya.
SAYIDIMAN SURYOHADIPROJO,
MANTAN GUBERNUR LEMHANNAS
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Agustus 2015, di halaman 7 dengan judul "Dasar-dasar Kemajuan Bangsa".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar