Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 24 Agustus 2015

Masyarakat Adat dan Perubahan Iklim (WIMAR WITOELAR)

Pada 9 Agustus 2015, Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia diselenggarakan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara di Bali bersamaan dengan Festival Nusantara. Pada saat yang bersamaan, kita menerima kabar baik mengenai pembentukan Satuan Tugas Masyarakat Adat.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya saat menyampaikan sambutan mewakili Presiden Joko Widodo dalam perayaan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) mengutarakan bahwa Presiden tetap berkomitmen membentuk Satgas Masyarakat Adat sebagai upaya menjembatani rekonsiliasi antara negara dan masyarakat adat. Pemerintahan Jokowi sedang mencari formulasi yang tepat untuk pembentukan Satgas.

Satgas masyarakat adat

Jika HIMAS merupakan peristiwa penting tahunan, maka pembentukan Satgas merupakan titik balik demi perbaikan perkembangan masyarakat adat di Indonesia yang akan mengubah peta masyarakat Indonesia. Pembentukan Satgas akan membuka lebar jalan ke arah pembebasan masyarakat adat Indonesia dari marjinalisasi. Masyarakat adat menginginkan pembentukan Satgas secepatnya. Jika masih belum terbentuk juga, kehidupan masyarakat adat akan terus mengalami kriminalisasi.

Hal itu juga yang disuarakan Special Rapporteur on Indigenous Peoples' Rights dari Persatuan Bangsa-Bangsa Victoria Tauli-Carpuz pada perayaan HIMAS. Pembentukan Satgas Masyarakat Adat adalah langkah pertama untuk mendorong kebijakan yang berpihak kepada masyarakat adat. Bagi Indonesia, masyarakat adat  sangat penting dalam upaya menurunkan emisi karbon karena masyarakat adat sudah terbukti berperan penting menjaga kelestarian hutan.

Menderita

Sejak Indonesia merdeka dan tentunya sebelumnya, masyarakat adat menderita pelanggaran hak asasi, dan hak konstitusi. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) masih berjuang memperoleh pengakuan penuh dari pemerintah. Kehadiran AMAN yang tegar akan secara langsung memperkuat usaha Indonesia untuk menjaga kelestarian hutan dan menjadikannya faktor perjuangan untuk mengurangi dampak perubahan iklim.

Ekonomi hijau muncul dari masyarakat adat bukan sebagai konsep baru, melainkan sebagai gaya hidup yang dijalankan dari generasi ke generasi. Jika negara Indonesia dapat membekali AMAN dengan wibawa yang wajar dalam menghadapi COP 21 di Paris, dapat dikatakan Indonesia akan masuk dalam negara-negara peringkat pertama yang melawan perubahan iklim.

Pemenuhan hak-hak masyarakat adat sebenarnya bukan hanya masalah mereka saja karena merupakan kunci pelestarian hutan Indonesia dan bagian penting bagi masyarakat dunia dalam menghadapi perubahan iklim. Hutan-hutan dan juga lahan-lahan gambut merupakan penyimpan cadangan karbon yang besar. Ini dirusak oleh berbagai deforestasi dan degradasi hutan yang kemudian mengeluarkan cadangan karbon ke udara.

Perusakan-perusakan hutan tersebut selama ini banyak dilakukan oleh berbagai industri kehutanan raksasa. Hutan digunduli untuk dijadikan perkebunan tanaman homogen yang memiliki nilai ekspor tinggi, tetapi merusak ekosistem hutan asli dan merusak cadangan karbon yang ada.

Hutan hak adat

Perusakan hutan jugalah yang mencederai hak-hak dan kehidupan masyarakat adat di Indonesia. Mereka telah bergenerasi hidup di hutan-hutan yang mereka warisi dari nenek moyang mereka. Mereka hidup secara harmonis berdampingan dengan ekologi hutan, memanfaatkan hasil-hasil hutan tanpa merusak keberlanjutannya. Hutan-hutan yang menjadi hak-hak mereka inilah yang kemudian dirampas sehingga mereka kehilangan tempat tinggal dan sumber pemenuhan kebutuhan sehari-hari mereka.

Presiden telah melakukan terobosan penting ketika bersedia menemui AMAN dan mendukung upaya-upaya AMAN melindungi masyarakat adat dan memenuhi hak-hak mereka. Ia juga menyatakan ingin bersama-sama masyarakat adat mengelola republik ini karena banyak sumber ekonomi yang berkelanjutan, seperti kawasan hutan, pesisir pantai, dan wilayah perbatasan, merupakan kawasan masyarakat adat.

Kerja sama

Keserasian pemerintah dan masyarakat adat yang telah dimulai Presiden dan AMAN juga sebenarnya merupakan modal kuat Indonesia berdiskusi dengan negara-negara lain di forum internasional. Kebersamaan pemerintah dengan masyarakat adat dalam menjaga hutan Indonesia merupakan kontribusi penting Indonesia sebagai negara dengan hutan tropis terbesar ketiga dunia. Inilah yang ingin didengar dan akan diapresiasi masyarakat dunia jika ada pernyataan terbuka dalam pertemuan lingkungan hidup global COP 21 di Paris pada akhir tahun ini.

Menurut Menteri Siti Nurbaya, kini tidak boleh lagi ada yang meragukan kemauan politik presiden dalam memperjuangkan kedudukan masyarakat adat.

WIMAR WITOELAR

Konsultan Komunikasi Ekonomi Hijau

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Agustus 2015, di halaman 6 dengan judul "Masyarakat Adat dan Perubahan Iklim".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger