Ketika itu, paling kurang 250.000 pengungsi dari Kamboja, Laos, dan Vietnam—sebagian besar dari Vietnam—masuk ke wilayah Indonesia dengan menggunakan perahu. Karena itu, mereka kemudian disebut manusia perahu. Mereka mencari selamat akibat Perang Vietnam. Pulau Galang kemudian dijadikan kamp penampungan pengungsi. Kamp pengungsi ini ditutup tahun 1996 setelah para pengungsi oleh UNHCR, badan PBB untuk urusan pengungsi, disalurkan ke negara-negara pilihan.
Kini, apa yang dialami Indonesia itu dialami negara-negara Eropa. Pergolakan dan perang di sejumlah negara di Timur Tengah—seperti Suriah, Tunisia, dan Libya—dan Afrika karena kelaparan, tidak tahan di bawah tekanan pemerintahan otoriter, telah memaksa begitu banyak penduduknya meninggalkan negerinya, bahkan banyak juga yang berasal dari Afganistan.
Yunani negeri yang tengah dibelit krisis ekonomi, antara lain menjadi negeri pertama yang dituju para imigran. Dari negeri itu, mereka melanjutkan perjalanan ke Eropa daratan. Banyak juga yang masuk lewat Italia dan Turki yang kemudian masuk negara-negara di Balkan yang juga sedang menghadapi krisis ekonomi.
Gelombang imigran ke Eropa yang sulit dibendung itu tak pelak lagi membuat negara-negara Eropa, kecuali negara-negara yang kuat perekonomiannya seperti Jerman, kalang kabut. Jerman menyatakan tahun ini mampu menampung hingga 750.000 imigran, demikian juga Swedia yang menyatakan mampu menampung 80.000 orang.
Tidak semua negara seperti Jerman dan Swedia. Perekonomian sejumlah negara Eropa, barangkali sebagian besar, tidak sekuat Jerman. Karena itu, mereka tidak mampu bersikap sangat terbuka seperti Jerman, meskipun Uni Eropa sebenarnya memiliki sistem bersama untuk menangani para pencari suaka, perlindungan yang disebut Common European Asylum System (CEAS).
Suaka adalah hak fundamental; memberikan suaka adalah kewajiban internasional. Hal itu dinyatakan dalam Konvensi Geneva tentang perlindungan bagi para pengungsi (1951). Negara-negara Eropa yang lebih tenang, aman, dan makmur dibandingkan negara asal para imigran memiliki tanggung jawab moral dan kewajiban hukum yang jelas terhadap para imigran.
Kita paham ada negara yang tengah mengalami kesulitan ekonomi. Namun, apakah mereka akan tega membiarkan para imigran itu terapung-apung di laut, tidak jelas negara mana yang akan menampung. Dibutuhkan kerja sama internasional untuk mengatasi masalah imigran itu. Mereka adalah manusia, seperti kita, yang membutuhkan bantuan dan pertolongan.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Agustus 2015, di halaman 6 dengan judul "Krisis Imigran di Eropa".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar