Ribuan anggota jemaah calon haji yang batal berangkat karena belum memperoleh visa dari Kedutaan Besar Arab Saudi sudah terjadi sejak kelompok terbang pertama diberangkatkan pada 21 Agustus 2015. Pembatalan itu bukan semata kesalahan Kementerian Agama sebagai penanggung jawab penyelenggaraan haji.
Pada pertengahan persiapan musim haji tahun ini, tiba-tiba Pemerintah Arab Saudi menerapkan sistem data haji elektronik. Sistem ini mengharuskan semua data jemaah lengkap dengan paket layanannya, seperti penginapan dan transportasi. Sementara Kementerian Agama masih menyiapkan data seperti tahun-tahun sebelumnya.
Ketua Komisi Pengawas Haji Indonesia Slamet Effendy Yusuf menyayangkan keterlambatan Kementerian Agama meresponsnya. Pembatalan pemberangkatan tidak akan terjadi seandainya Kementerian Agama dapat dengan cepat mengantisipasi perubahan itu.
Bukan kali ini saja Pemerintah Arab Saudi mengubah aturan penyelenggaraan secara mendadak. Pada musim haji 2014, agar Indonesia dapat membawa dan memasukkan 6 ton obat-obatan, Pemerintah Arab Saudi mewajibkan ada pemberitahuan kepada Kementerian Luar Negeri Arab Saudi. Padahal, aturan ini belum pernah diberlakukan pada tahun-tahun sebelumnya.
Kementerian Agama menggunakan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) untuk memastikan urutan keberangkatan jemaah calon haji. Namun, sudah menjadi rahasia umum bahwa nomor urut masih dapat diintervensi oleh pejabat kementerian. Setiap tahun ada sekitar 1.500 kuota haji tidak terpakai karena jemaah sakit, hamil, atau meninggal. Karena diintervensi, pengisian kuota itu sering tidak sesuai dengan nomor urut.
Upaya perbaikan pelayanan kadang terbentur pada perubahan aturan atau keengganan jemaah calon haji sendiri. Pada musim haji 2015 ini, Kementerian Agama menempatkan jemaah di pondokan yang lebih dekat dengan Masjidil Haram dan lebih bagus.
Setiap kamar sudah ditetapkan maksimal dihuni lima anggota jemaah. Bahkan ada kamar yang hanya boleh dihuni tiga anggota jemaah. Namun, ada saja jemaah yang memaksa berkumpul dengan keluarga sehingga satu kamar harus dihuni tujuh atau delapan anggota jemaah.
Mendapatkan tempat pemondokan yang lebih baik dan lebih dekat dengan Masjidil Haram hanyalah sebagian dari sekian banyak layanan yang seharusnya diterima jemaah. Pelayanan harus diberikan sejak mereka menyimpan uang tabungan haji di bank hingga pulang dari Tanah Suci.
Karena itu, perbaikan pelayanan yang komprehensif harus memperhatikan perkembangan aturan dari Pemerintah Arab Saudi. Dengan demikian, jemaah calon haji dapat merasakan manfaat dari upaya tersebut.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Agustus 2015, di halaman 6 dengan judul "Perlu Pembenahan Komprehensif".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar