Adalah sebuah kenyataan bahwa Partai Golkar, yang pada saat Orde Baru bernama Golkar, didera konflik kepengurusan yang tak kunjung usai. Kepengurusan Partai Golkar terpecah antara kubu Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakri yang dipilih di Munas Bali dan Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono yang dipilih di Munas Ancol. Di Munas Bali, Aburizal terpilih secara aklamasi.
Sudah lebih dari setahun Partai Golkar didera dualisme kepengurusan yang tak kunjung berakhir. Konflik itu telah membawa Partai Golkar kesulitan melakukan konsolidasi politik. Situasi itu berdampak terhadap pencapaian Partai Golkar di pemilihan kepala daerah yang tidak baik.
Saling menggugat surat keputusan pun terjadi. Keputusan pengadilan telah dijatuhkan, tetapi juga tak kunjung menyelesaikan masalah. Mahkamah Partai Golkar kemudian bersidang dan memutuskan Jusuf Kalla sebagai Ketua Tim Transisi yang bertugas menggelar musyawarah nasional. Perbedaan pandangan soal penyelenggaraan munas seharusnya bisa diselesaikan dengan baik.
Situasi seperti itulah yang melandasi Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar. Aburizal menyerahkan sepenuhnya posisi Partai Golkar kepada DPD-DPD dan juga induk organisasi untuk menentukan bagaimana menyelesaikan dualisme kepengurusan di Partai Golkar, termasuk juga posisi politik Partai Golkar terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo. Kita hargai pernyataan politik Aburizal yang tidak bersedia maju lagi sebagai ketua umum jika munas luar biasa digelar. Aburizal pun mengimbau kepada Agung Laksono untuk mengikuti langkah serupa.
Kini bola sepenuhnya berada di DPD Partai Golkar yang mempunyai hak suara menggelar munas luar biasa dan menegaskan garis politiknya ke depan. Keputusan politik hari ini atau besok akan menentukan masa depan Partai Golkar. Kita tidak ingin apa yang dikatakan tokoh muda Partai Golkar, Hajriyanto Thohari, bahwa Partai Golkar sedang bergerak ke garis batas sejarah jika tak bisa menyelesaikan konflik yang mendera partai itu.
Kepengurusan Partai Golkar membutuhkan legitimasi baru untuk mengakhiri konflik. Keterlibatan sejumlah senior Partai Golkar adalah keinginan menyelamatkan masa depan Partai Golkar. Sebagai sebuah partai politik, konflik adalah biasa, tetapi bagaimana kemudian membangun konsensus. Partai Golkar adalah aset bangsa yang telah mengawal perjalanan republik ini. Kini saatnya kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok lebih dinomorduakan dan melalui rapimnas saatnya dikedepankan kepentingan partai dan bangsa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar