Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 26 Januari 2016

TAJUK RENCANA: Setelah Bencana Iklim Tiba (Kompas)

Tak ada yang perlu disangsikan lagi sekarang: Bencana iklim itu telah tiba. Tahun 2014 menjadi tahun terpanas Indonesia, 2015 menjadi tahun terpanas Bumi.

Mengamati peta Indonesia dan perkembangan suhu rata-rata yang dimuat harian ini, Senin (25/1), tampak semua kota dan wilayah mengalami kenaikan suhu rata-rata 0,16-1,44 derajat celsius. Pemanasan global sungguh hal yang nyata.

Secara umum kita juga merasakan, suhu udara sehari-hari semakin tinggi, cuaca semakin panas. Pendingin udara di rumah dan di kantor cenderung diturunkan suhunya untuk membuat merasa lebih sejuk. Di luar musim hujan, Matahari bersinar lebih terik. El Nino pun makin intens. Januari memang ada hujan, tetapi intensitasnya tak seperti biasanya.

Terjadi pula peningkatan frekuensi dan kekuatan siklon tropis. Kata ahli dari Institut Pertanian Bogor Alan Koropitan, siklon tropis sebelumnya tidak melanda negara tropis seperti Indonesia. Namun, karena kekuatannya meningkat, kini ekor badai tropis mencapai Indonesia.

Perubahan iklim sungguh merupakan realitas, dan kita harus mengambil langkah konkret yang drastis. Terutama adalah pengurangan penggunaan bahan bakar fosil yang menghasilkan emisi karbon dan pengembangan energi baru terbarukan, seperti energi surya dan panas bumi.

Konferensi Perubahan Iklim PBB di Paris akhir tahun kemarin juga telah mengamanatkan agar bangsa-bangsa di dunia berbuat sekuat tenaga mencegah kenaikan suhu Bumi agar tidak melebihi dua derajat celsius.

Indonesia yang berpenduduk sekitar 250 juta menyumbang banyak emisi karbon ke atmosfer. Hal ini masih diperburuk aktivitas pembakaran dan terbakarnya hutan. Dalam kondisi ini, bagaimana kita bisa memenuhi janji memangkas emisi hingga 29 persen?

Muncul juga kenyataan bahwa harga bahan bakar fosil akhir-akhir ini cenderung menurun karena gerojokan pasokan. Kondisi oversuplai ini membuat eksplorasi dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan yang masih dalam tahap pengembangan menjadi kehilangan insentif.

Kondisi ini seharusnya tidak membuat kita kehilangan tekad dan semangat. Selain janji kita akan ditagih, kita pun memiliki tanggung jawab moral terhadap dunia.

Ada argumen klasik, nanti kalau bergegas beralih ke energi baru dan terbarukan akan membuat industri dan perekonomian menjadi kehilangan daya saing karena langkah itu akan menuntut investasi tidak kecil. Namun, The Inconvenient Truth yang dinyatakan Al Gore sudah menjadi kebenaran nyata. Jangan tunggu tudung es kutub mencair, meninggikan muka air laut, dan selanjutnya menenggelamkan kawasan pantai kita.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Januari 2016, di halaman 6 dengan judul "Setelah Bencana Iklim Tiba".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger