Dijadikannya Timor-Leste sebagai negara pertama yang dikunjungi Presiden Joko Widodo pada tahun ini sudah menunjukkan keistimewaan itu. Ada banyak alasan yang bisa menjadi dasar bahwa hubungan Indonesia dan Timor- Leste berbeda dengan hubungan Indonesia dan negara-negara lain.
Selain karena faktor kedekatan geografis, secara psikologis sebagian besar warga Timor-Leste juga masih memiliki ikatan dengan Indonesia. Tentu, alasan paling mendasar adalah Timor-Leste pernah menjadi bagian dari Indonesia. Selama hampir 24 tahun, 17 Juli 1976 sampai 19 Oktober 1999, Timor-Leste adalah provinsi ke-27 Indonesia. Itu adalah sebuah kenyataan sejarah.
Setelah melalui proses yang sulit, menyakitkan, dan memakan banyak korban jiwa dan raga, baik di pihak Indonesia maupun Timor-Leste (waktu itu bernama Timor Timur), akhirnya wilayah ini melepaskan diri dari Indonesia. Seumpama bayi, Timor-Leste lahir lewat bedah caesar, yang berbiaya mahal, tidak hanya disaksikan anggota keluarga, tetangga dekat, tetapi juga tetangga jauh. Semua berharap bahwa bayi itu akan tumbuh sehat, dan akhirnya mampu mandiri.
Namun, kenyataannya tidak demikian. Banyak persoalan membelit Timor-Leste, hingga kini. Menurut data yang ada, 41 persen dari sekitar 1,1 juta penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan. Meskipun, sebenarnya Timor-Leste pernah menikmati hasil minyak dan cukup membantu untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
Indonesia sangat berkepentingan bahwa Timor-Leste terus maju, aman, makmur, dan stabil. Oleh karena bila negara tetangga itu tidak stabil, tidak aman, dan berkekurangan, kita juga akan yang ikut merasakannya. Itulah sebabnya, Indonesia berkomitmen untuk membangun hubungan bilateral yang lebih kokoh, membangun hubungan ekonomi yang lebih kuat, serta membangun masa depan yang lebih kuat dengan Timor-Leste.
Pemerintah Indonesia pun akan kerepotan apabila Timor-Leste tidak maju, tidak makmur, tidak aman, dan menjadi negara gagal. Jika hal itu terjadi, bisa dipastikan akan memunculkan kerusuhan, ketidakamanan, dan krisis politik. Jika ada kerusuhan di Timor-Leste, pengungsi akan mengalir ke wilayah Indonesia yang akan memicu konflik baru akibat gesekan-gesekan faktor sosial dan ekonomi.
Itulah sebabnya, masalah perbatasan penting untuk segera diselesaikan sehingga tidak akan menimbulkan persoalan-persoalan yang tidak perlu menyangkut para pelintas batas, misalnya. Bagaimanapun kedua negara saling membutuhkan, tentu sesuai dengan kepentingan nasionalnya masing-masing.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Januari 2016, di halaman 6 dengan judul "Timor-Leste Menjadi Pilihan Pertama".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar