Ada beberapa penyebab maraknya intoleransi di Indonesia. Pertama, pemerintah beserta aparat keamanan belum maksimal menempatkan diri sebagai pelindung setiap warga negara. Pemerintah mestinya jadi pelindung semua kelompok, tidak memihak atau membiarkan sebuah kelompok menindas kelompok lain.
Misalnya, persoalan jemaah Ahmadiyah Bangka yang belakangan ditolak kelompok tertentu. Pemerintah serta aparatnya tidak memanfaatkan haknya untuk mengatur masyarakat sehingga kelompok tertentu tersebut dapat dengan terbuka menindas kelompok lain.
Kedua, pemerintah belum bertindak tegas terhadap para pelaku intoleransi. Kita bisa melihat, misalnya dalam peristiwa pengusiran kaum Syiah di Sampang, Madura. Hak mereka sebagai warga negara "dicabut" oleh kelompok lain dan pemerintah diam saja. Padahal, kebebasan berkeyakinan dan bertempat tinggal sudah diatur dalam konstitusi.
Ketiga, pemerintah, baik di daerah maupun pusat, mesti bersikap adil terhadap kelompok minoritas. Tidak boleh hanya mengikuti anggapan kelompok tertentu. Misalnya, karena keyakinan A dianggap sesat oleh penganut keyakinan B, maka penganut keyakinan B seolah berhak menghakimi keyakinan A. Sejauh penganut keyakinan A tidak mengganggu masyarakat umum, selayaknyalah mereka diperlakukan sama seperti yang lain. Soal sesat atau tidak itu urusan penganut keyakinan tersebut dengan Tuhan.
M SEDEK, JALAN CEMPAKA PUTIH RAYA, JAKARTA PUSAT
Tanggapan Jasa Marga
Harian Kompas, Selasa (23/1), memuat surat Saudara Teuku Chairil Wisal berjudul "Bandara Serambi Negara Kita". Kami mengucapkan terima kasih atas masukan yang telah diberikan.
Memasukkan komponen biaya jalan tol menuju Bandara Soekarno-Hatta ke dalam harga tiket pesawat tidak dapat dilakukan dengan alasan berikut.
Gerbang Tol (GT) Cengkareng tidak hanya melayani pengguna jalan yang menuju Bandara Soekarno-Hatta, tetapi juga pengendara yang menuju permukiman penduduk di Cengkareng, Rawa Bokor, dan sekitarnya.
Akses calon penumpang pesawat menuju Bandara Soekarno-Hatta juga tidak hanya melalui jalan tol. Calon penumpang dari arah Tangerang (Alam Sutera dan Kebon Nanas) dapat melalui jalan arteri MH Thamrin-Sudirman, kemudian masuk ke bandara melalui jalan Parimeter Utara atau Parimeter Selatan. Pengguna kendaraan roda dua dari arah dalam kota dapat melalui jalan arteri Daan Mogot-Kalideres-Rawa Bokor-Bandara Soekarno-Hatta.
Untuk mengurangi waktu antrean di GT Cengkareng, Jasa Marga Cabang Cawang-Tomang-Cengkareng telah mengoperasikan 12 gardu reguler, 6 lajur khusus gardu tol elektronik (GTO), dan 1 lajur khusus e-Tollpass. Di lajur khusus GTO maupun e-Toll Pass, pengguna dapat menghemat waktu transaksi dua kali lebih cepat dibandingkan transaksi tunai.
DWIMAWAN HERU, AVP CORPORATE COMMUNICATIONS, PT JASA MARGA (PERSERO) TBK
"Mileage" Garuda
Sebagai pemegang kartu Garuda Frequent Flyer, saya punya pengalaman "melelahkan" mengurus mileage (jarak tempuh dalam mil) yang tak tercatat.
Pada 18 September 2015 saya terbang dengan rute Yogyakarta-Jakarta-Amsterdam dan pada 10 Oktober 2015, Amsterdam-Jakarta-Yogyakarta dengan Garuda untuk penerbangan domestik dan KLM untuk penerbangan internasional. Ketika melapor masuk, saya sudah menunjukkan kartu GFF. Bahkan, saat kepulangan di Bandara Schiphol, Amsterdam, petugas mengingatkan saya bahwa mileages KLM juga bisa diperhitungkan.
Ternyata, ketika saya mengecek ke kantor Garuda di Hotel Royal Ambarrukmo, Yogyakarta, mileages saya belum masuk. Bolak-balik saya mengurus, tetapi tak kunjung membuahkan hasil karena berbagai alasan, dari missing systemsampai nama di boarding passdisambung.
Saya pun telah menunjukkan karcis elektronik (e-ticket) asli yang, menurut pegawai yang melayani, harus diserahkan untuk mengajukan klaim mileage. Hanyaboarding pass asli yang tak dapat saya tunjukkan karena dipakai untuk laporan pertanggungjawaban institusional saya.
Dengan berbagai upaya, pada 23 Januari lalu saya dapat menyerahkan semua berkas yang diminta, tetapi tak ada kabar.
THERESIA PUSPITAWATI, JATIREJO RT 005 RW 022 SENDANGADI, SLEMAN 55285 YOGYAKARTA
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Februari 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar