Awal tahun ini rencana impor dagingsapi dari India disusun pemerintahan Jokowi-JK dalam paket ekonomi jilid IX. Di India, apabila berbicara daging sapi, sebenarnya yang dimaksud adalah daging kerbau. Sebelumnya tidak ada hukum nasional di India yang melarang penyembelihan sapi. Sapi dianggap sebagai binatang suci bagi umat Hindu. PM Narendra Modi mulai memberlakukan undang-undang baru yang disetujui parlemen India pada Maret 2015. Sejak itu pelarangan menyembelih sapi dan mengonsumsi daging sapi semakin diperketat di seluruh India.
UU No 41/2014 sebagai perubahan dari UU No 18/2009 menyatakan bahwa dengan memperhatikan kepentingan nasional, pemasukan produk hewan bisa berasal dari negara atau zona bebas penyakit mulut dan kuku (PMK). India merupakan negara dengan status endemis PMK dan saat ini tidak memiliki zona bebas PMK yang diakui Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE).
Restriksi perdagangan tak hanya oleh penyakit di negara pengekspor, tetapi juga ekonomi domestik. Selain PMK, pertimbangan ekonomi, termasuk harga, rantai suplai, sektor hulu dan hilir, harus jadi bagian integral suatu skenario importasi.
Para pengusaha dan peternak sapi menolak rencana impor daging dari India. Impor daging India dianggap bukan solusi tepat menurunkan harga daging yang terus bergejolak di dalam negeri. Kekhawatiran masuknya daging dari India akan memunculkan kembali wabah PMK menimbulkan kerugian ekonomi cukup besar bagi pengusaha dan peternak. Harga daging India yang murah, kurang dari setengah harga daging Australia, akan membuat produk daging domestik sulit bersaing.
Filipina dan Malaysia
Mari belajar dari konsekuensi ekonomi yang dialami Filipina dan Malaysia yang sudah lama mengimpor daging India. Dari 220 peternakan sapi potong teregistrasi di Filipina pada awal 1990-an, saat ini tinggal tujuh. Sabah di awal 1990-an yang biasa menyembelih sapi setiap tiga minggu berhenti begitu saja dengan masuknya daging India.
Saat ini India eksportir terbesar kedua daging kerbau dengan lebih dari 20 persen pangsa pasar dunia dan ekspor ke 65 negara. Asia menerima lebih dari 80 persen daging kerbau India, Afrika sekitar 15 persen. Vietnam dan Malaysia yang keduanya negara tertular PMK merupakan dua resipien terbesar dengan 52 persen pangsa pasar.
India bersumber daya ternak luar biasa (199 juta ekor sapi dan 108 juta ekor kerbau), tetapi PMK menyebabkan negara itu tak mampu optimal meningkatkan partisipasinya dalam perdagangan internasional. Indonesia yang bebas PMK sampai saat ini masih harus berjuang meningkatkan populasi dan produksi serta mempertahankan stabilitas harga untuk mampu memenuhi kebutuhan daging nasional. Meski dengan status negara tertular PMK, India terus mengincar pasar Indonesia sejak lama.
Virus PMK serotipe O, A, dan Asia 1 bertanggung jawab atas wabah di India dan ini dipersulit lagi dengan situasi penyakit yang sudah kompleks disebabkan pergerakan hewan yang bebas antarwilayah. Sejak 2001 perkembangan program pengendalian PMK di negara itu menunjukkan perbaikan menyeluruh, dibuktikan dengan pengakuan OIE pada sidang umum tahun 2015.
Pengalaman 40 tahun India mengekspor daging kerbau ke sejumlah negara di dunia: sampai saat ini belum tercatat timbul wabah di negara itu sebagai konsekuensi impor. Literatur ilmiah menyatakan kerbau dibandingkan sapi secara komparatif lebih resisten terhadap PMK. Prinsip pengamanan secara ilmiah dijaga ketat Pemerintah India: hanya mengizinkan ekspor daging tanpa tulang yang telah dilepaskan kelenjar limfe utama serta menjaga tingkat pH daging tetap di bawah 6,0 sehingga virus PMK tak terbawa melalui ekspor seperti yang dipersyaratkan OIE. Menurut OIE, penularan virus PMK lewat daging sapi atau kerbau beku tanpa tulang belum terjadi sehingga pemasukan daging India sepanjang dipastikan memenuhi standar OIE dimungkinkan aman diperdagangkan.
Sejarah menunjukkan berbagai cara PMK bisa berjangkit kembali di suatu negara yang tadinya bebas. Masuknya PMK ke wilayah Indonesia bukan hanya dari importasi daging, legal maupun ilegal. Penyelundupan daging India dari Malaysia berkali-kali digagalkan lewat pelabuhan Belawan dan Nunukan.
PMK merupakan hambatan teknis perdagangan yang signifikan, tetapi tidak harus digunakan sebagai alasan penolakan menutupi ketakmampuan domestik bersaing dengan impor. Untung suatu perdagangan harus diseimbangkan antara memperhitungkan risiko potensial atas kesehatan manusia dan hewan dengan dampak harga pasar atau potensi ancaman atas industri domestik.
Sistem zona yang telah dilegalkan meski masih digugat di Mahkamah Konstitusi bukan satu-satunya alat pengaman mencegah PMK masuk. Fokus sebaiknya diarahkan dengan cermat menganalisis keseimbangan penawaran permintaan daging di dalam negeri. Perencanaan strategis diperlukan untuk mengukur kebutuhan daging impor sebagai bagian pencapaian target peningkatan konsumsi daging masyarakat Indonesia dari 2 kg jadi 5 kg per kapita per tahun.
Pemerintah Indonesia harus hati-hati memutuskan untuk memastikan agar sumber daging baru tak menimbulkan masalah baru dengan kajian teknis ilmiah (analisis risiko) atas PMK berbarengan dengan kajian sosioekonomi importasi.
TRI SATYA PUTRI NAIPOSPOS
Pengamat Kesehatan Hewan
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Februari 2016, di halaman 6 dengan judul "Skenario Impor Daging".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar