Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 24 Februari 2016

TAJUK RENCANA: Kita Ingin Suriah Berdamai (Kompas)

Upaya meraih perdamaian melalui gencatan senjata sementara di Suriah harus dapat dilaksanakan meski dihantui sejumlah kesulitan di lapangan.

Minggu (21/2), kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) mengklaim bertanggung jawab atas dua serangan bom yang menewaskan sedikitnya 155 orang di Damaskus dan Homs. Serangan pertama di dekat masjid Syiah di luar ibu kota Damaskus dan serangan lainnya mengguncang Al-Zahraa di Homs, Suriah tengah.

Sudah lima tahun Suriah terjebak dalam perang saudara yang menyebabkan lebih dari 260.000 orang tewas dan jutaan beremigrasi.

Serangan terakhir terjadi ketika Amerika Serikat (AS) dan Rusia mengupayakan pelaksanaan gencatan senjata sementara bagi perdamaian di Suriah. Kedua ledakan itu menyasar lokasi yang menjadi simbol penganut Syiah. Distrik Al-Zahraa adalah pusat permukiman mayoritas penganut sekte Alawie, yang juga dianut klan penguasa Suriah, termasuk Presiden Bashar al-Assad. Al-Zahraa telah berulang kali jadi sasaran empuk serangan bom.

Menteri Luar Negeri AS John Kerry mengatakan, AS dan Rusia sepakat melakukan gencatan senjata sementara dan parsial, tidak termasuk daerah yang dikuasai kelompok jihadis NIIS. Sebelum pengumuman itu, Presiden AS Barack Obama menelepon Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin.

Presiden Assad dikabarkan setuju dengan kesepakatan gencatan senjata sementara dan parsial itu. Komisi Tinggi Negosiasi (HNC), pemimpin oposisi Suriah, juga menerima gencatan senjata. Namun, ada pihak oposisi yang meragukan implikasi dari kesepakatan itu di lapangan.

Di beberapa bagian wilayah Suriah, sejumlah pejuang non-jihadis bersama anggota Front Al Nusra bertempur melawan loyalis pemerintah. "Kesepakatan ini hanya membuang-buang waktu. Sebab, itu akan sulit dilaksanakan di lapangan," ujar Abu Ibrahim, komandan Brigade 10 kelompok oposisi.

Rakyat di Damaskus pun meragukan gencatan senjata hasil kesepakatan AS dan Rusia itu. "Ini kesepakatan yang rapuh. Kami tidak melihat hasil apa pun. Mereka tetap akan melanggar," kata Rana, ahli farmasi di Damaskus.

Nada pesimistis Ibrahim dan Rana seolah menafikan upaya perdamaian oleh AS dan Rusia, koalisi asing yang mengintervensi Suriah. Apalagi, upaya tersebut telah berulang kali diupayakan, tetapi sulit diimplementasikan.

Meski kesulitan implementasi terbayangkan, tak berarti kesepakatan ini sia-sia. John Kerry menegaskan, bantuan kemanusiaan akan segera masuk ke wilayah yang selama ini terkepung akibat pertempuran oposisi dan loyalis.

Assad menyatakan pemilu legislatif akan digelar 13 April, sehari setelah kesepakatan diumumkan. Kita berharap pengumuman ini mendapat respons positif dari oposisi, AS, dan Rusia, untuk menjadi salah satu jalan menuju terbentuknya pemerintahan transisi yang diinginkan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Februari 2016, di halaman 6 dengan judul "Kita Ingin Suriah Berdamai".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger