Sektor pendidikan dan kesehatan harus bersinergi untuk menciptakan Indonesia Sehat dan harus didukung penuh oleh sektor keuangan, infrastruktur, dan juga sektor lainnya. Peran sentral dalam pencapaian Indonesia Sehat adalah dokter. Dokter mempunyai kewenangan penuh mengambil tindakan yang tepat dan terbaik untuk pasien yang ditangani.
Selama ini, dokter dididik dan dipersiapkan untuk mampu mengobati dan menyembuhkan berbagai macam penyakit. Pendidikan yang ditempuh para dokter di Indonesia membuat mereka ahli dalam mengobati dan menyembuhkan serta melakukan tindakan operasi. Pendidikan mereka sedemikian rupa sehingga semua penyakit yang ada di daerah tropis ini dapat disembuhkan.
Jelas bahwa dokter kita dipersiapkan untuk melayani masyarakat yang mempunyai beragam masalah kesehatan. Hal ini bahkan diperkuat oleh adanya Undang-Undang Pendidikan Kedokteran, yang salah satu tujuannya adalah mempersiapkan dokter layanan primer (DLP). Dengan adanya DLP ini, diharapkan terjadi peningkatan kesehatan masyarakat sebab dokter mendapatkan pembekalan yang dianggap cukup untuk melayani masyarakat.
Jika dicermati, pendidikan kedokteran yang saat ini berlaku di Indonesia dan sudah berjalan puluhan tahun masih bersifat penyembuhan (kuratif) dan hampir tidak ada yang bersifat pencegahan (preventif). Memang pendidikan keahlian pada umumnya bersifat memecahkan masalah dan tidak ada pendidikan yang mengarah kepada pencegahan.
Paradigma sehat
Pendidikan dokter di Indonesia sudah merujuk kepada World Federation of Medical Education(WFME) yang berbasis kepada kompetensi atau keahlian. Kompetensi yang dimaksud di sini adalah kemampuan tindakan penyembuhan terhadap suatu penyakit. Dalam implementasinya, pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi berbentuk pembelajaran berbasiskan masalah. Dalam hal ini, peserta didik dipersiapkan untuk dapat menangani suatu kasus secara komprehensif.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan dokter di Indonesia sudah memenuhi kaidah universal dan dipastikan bahwa hasil didiknya akan mampu berkontribusi kepada program kesehatan nasional. Letak permasalahan saat ini adalah pada tataran kebijakan nasional: kebijakan belum berpihak kepada paradigma sehat, kebijakan saat ini masih bersifat tindakan kuratif mengingat banyaknya persoalan kesehatan nasional yang dihadapi negara.
Berbagai jenis dan bentuk penyakit dialami berbagai lapisan masyarakat. Dengan kondisi masyarakat yang majemuk dan populasi penduduk yang besar, kompleksitas persoalan semakin tinggi. Dapat dipahami bahwa kesulitan yang dihadapi Kementerian Kesehatan ataupun dokter di Indonesia untuk mengatasi persoalan kesehatan nasional semakin kompleks.
Persoalan yang kompleks seperti ini harus diatasi dengan paradigma yang baru, yaitu paradigma sehat. Dengan paradigma itu, pencegahan lebih diutamakan daripada penyembuhan. Kalau masyarakat sehat, persoalan kesehatan nasional akan menurun drastis. Maka, sebetulnya persoalan kesehatan nasional yang kompleks ini dapat diatasi oleh kita sendiri dengan suatu pendekatan yang strategis.
Dokter keluarga
Untuk menerapkan paradigma sehat, diperlukan perubahan pola pikir para birokrat kementerian dan dokter sebagai pelaku utama pelayanan kesehatan. Pada para birokrat perlu ada perubahan indikator keberhasilan dari kuantitas ke kualitas. Demikian juga dengan dokter: perlu ada perubahan indikator prestasi dari kuantitas ke kualitas.
Keberhasilan pelayanan kesehatan diukur dengan berkurangnya pasien karena pola hidup sehat yang dijalankan masyarakat. Prestasi pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, seharusnya berupa peningkatan kualitas hidup sehat masyarakat yang berkelanjutan, sedangkan prestasi dokter seharusnya adalah kalau jumlah pasien berkurang karena penyuluhan yang sangat efektif untuk hidup sehat.
Perubahan paradigma tersebut seharusnya tidak sulit asalkan ada komitmen penuh baik oleh pemerintah, dokter, maupun masyarakat. Pemerintah dan dokter harus mengubah indikator kinerjanya sehingga sejalan dengan paradigma sehat. Pencapaian Indonesia Sehat bukanlah hal yang mustahil karena yang dibutuhkan adalah kemauan mengubah pola pikir kuratif menjadi pola pikir preventif untuk kesehatan.
Dalam tataran kebijakan teknis, pemerintah perlu mengembangkan konsep dokter keluarga, yakni setiap dokter akan menangani sekitar 20 sampai 30 keluarga dan berkedudukan di puskesmas. Mereka akan tersebar di seluruh puskesmas di Indonesia. Dokter keluarga akan mengikuti perkembangan kesehatan keluarga sejak kelahiran sampai dengan kematian sehingga sejarah perkembangan kesehatan dapat direkam dan digunakan dalam pengambilan putusan tindakan medis yang diperlukan.
Pada saat ini, ramai dibahas mengenai status dan definisi dokter layanan primer. Ada pihak yang mendefinisikannya sebagai dokter yang bekerja di unit layanan primer, ada juga yang mendefinisikannya sebagai dokter yang mampu memberikan layanan primer bagi masyarakat. Pembahasan mengenai DLP sampai saat ini belum final karena masih dipertanyakan tambahan dua tahun pendidikan setelah pendidikan dokter umum.
Seharusnya, DLP dicapai tanpa harus ada tambahan pendidikan dua tahun setelah dokter umum, artinya kurikulum pendidikan dokter umum sudah diarahkan sedemikian sehingga bisa mencapai kompetensi DLP. Bagaimana bila DLP diarahkan sebagai dokter keluarga sehingga Indonesia Sehat terwujud segera?
SATRYO SOEMANTRI BRODJONEGORO
Dirjen Dikti (1999-2007) dan Wakil Ketua II Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Maret 2016, di halaman 6 dengan judul "Dokter Keluarga dan Indonesia Sehat".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar