Kota Mosul direbut oleh NIIS pada Juni 2014, dan upaya merebut kota kedua terbesar di Irak itu mulai terhambat oleh awan beracun yang dilontarkan pasukan NIIS. Kondisi itu membuat pasukan Irak yang dibantu pasukan Kurdi dan koalisi pimpinan Amerika Serikat mulai membagikan masker kepada mereka dan penduduk setempat.
Pasukan koalisi sudah mendekati kota Mosul, bahkan pasukan khusus Peshmerga Kurdi berupaya merebut kota Bashiqa, sekitar 20 kilometer dari Mosul. Menurut tentara Irak, pasukan pemerintah telah berhasil merebut kota Bartella serta 50 desa lain di sekitarnya.
Namun, penggunaan bahan kimia oleh NIIS telah menyebabkan sedikitnya dua warga sipil meninggal. Dilaporkan juga, sedikitnya 500 warga lain mengalami gangguan pernapasan.
Di tengah dugaan pemakaian bahan kimia oleh NIIS, Turki menawarkan bantuan pasukan kepada Irak. Tawaran Turki itu mendapat dukungan dari Menteri Pertahanan Ashton Carter.
Penolakan Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi disampaikan setelah bertemu Carter di Baghdad. Abadi menyatakan, Irak masih mampu menangani pertempuran di Mosul. "Jika bantuan itu dibutuhkan, kami pasti akan memintanya," kata Abadi.
PM Turki Binali Yildirim mengkritik keputusan tegas Abadi mengingat paling sedikit 500 tentara Turki berada di dekat Bashiqa. Tentara Turki ikut melatih pasukan Peshmerga dan tentara Irak. "Turki tidak akan tunduk pada ancaman dari mana pun," katanya.
Pasukan Irak yang sebagian besar Syiah memang punya kendala ketika berhadapan dengan warga Mosul yang sebagian besar Sunni, apalagi NIIS yang juga bermazhab Sunni. Sementara itu, Turki selama ini dinilai punya kedekatan dengan NIIS, khususnya di Suriah. Karena itu, keikutsertaan Turki dalam upaya merebut kota Mosul dinilai hanya akan memperkeruh masalah yang ada.
Kejatuhan kota Mosul ini bisa menjadi pukulan telak bagi keberadaan NIIS, apalagi di Suriah gempuran oleh Rusia dan pasukan pemerintah makin menjepit NIIS. Meski belum terkonfirmasi, Abu Bakar al-Baghdadi, pemimpin utama NIIS, dikabarkan telah berada di Mosul.
Mosul menjadi sangat strategis karena dari kota ini pasukan NIIS bergerak menuju Suriah sehingga diyakini kejatuhan Mosul akan mengendurkan perlawanan NIIS di Suriah. Namun, upaya merebut kota Mosul tidak sederhana, apalagi mereka menggunakan warga Mosul sebagai tameng. Kita berharap warga tak berdosa tidak banyak menjadi korban dalam perebutan ini.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Oktober 2016, di halaman 6 dengan judul "Hindarkan Warga Jadi Korban".
Kota Mosul direbut oleh NIIS pada Juni 2014, dan upaya merebut kota kedua terbesar di Irak itu mulai terhambat oleh awan beracun yang dilontarkan pasukan NIIS. Kondisi itu membuat pasukan Irak yang dibantu pasukan Kurdi dan koalisi pimpinan Amerika Serikat mulai membagikan masker kepada mereka dan penduduk setempat.
Pasukan koalisi sudah mendekati kota Mosul, bahkan pasukan khusus Peshmerga Kurdi berupaya merebut kota Bashiqa, sekitar 20 kilometer dari Mosul. Menurut tentara Irak, pasukan pemerintah telah berhasil merebut kota Bartella serta 50 desa lain di sekitarnya.
Namun, penggunaan bahan kimia oleh NIIS telah menyebabkan sedikitnya dua warga sipil meninggal. Dilaporkan juga, sedikitnya 500 warga lain mengalami gangguan pernapasan.
Di tengah dugaan pemakaian bahan kimia oleh NIIS, Turki menawarkan bantuan pasukan kepada Irak. Tawaran Turki itu mendapat dukungan dari Menteri Pertahanan Ashton Carter.
Penolakan Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi disampaikan setelah bertemu Carter di Baghdad. Abadi menyatakan, Irak masih mampu menangani pertempuran di Mosul. "Jika bantuan itu dibutuhkan, kami pasti akan memintanya," kata Abadi.
PM Turki Binali Yildirim mengkritik keputusan tegas Abadi mengingat paling sedikit 500 tentara Turki berada di dekat Bashiqa. Tentara Turki ikut melatih pasukan Peshmerga dan tentara Irak. "Turki tidak akan tunduk pada ancaman dari mana pun," katanya.
Pasukan Irak yang sebagian besar Syiah memang punya kendala ketika berhadapan dengan warga Mosul yang sebagian besar Sunni, apalagi NIIS yang juga bermazhab Sunni. Sementara itu, Turki selama ini dinilai punya kedekatan dengan NIIS, khususnya di Suriah. Karena itu, keikutsertaan Turki dalam upaya merebut kota Mosul dinilai hanya akan memperkeruh masalah yang ada.
Kejatuhan kota Mosul ini bisa menjadi pukulan telak bagi keberadaan NIIS, apalagi di Suriah gempuran oleh Rusia dan pasukan pemerintah makin menjepit NIIS. Meski belum terkonfirmasi, Abu Bakar al-Baghdadi, pemimpin utama NIIS, dikabarkan telah berada di Mosul.
Mosul menjadi sangat strategis karena dari kota ini pasukan NIIS bergerak menuju Suriah sehingga diyakini kejatuhan Mosul akan mengendurkan perlawanan NIIS di Suriah. Namun, upaya merebut kota Mosul tidak sederhana, apalagi mereka menggunakan warga Mosul sebagai tameng. Kita berharap warga tak berdosa tidak banyak menjadi korban dalam perebutan ini.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Oktober 2016, di halaman 6 dengan judul "Hindarkan Warga Jadi Korban".
0 komentar
Irak tegas menolak tawaran bantuan Turki untuk merebut kota Mosul pada saat Negara Islam di Irak dan Suriah diduga menerapkan perang kimia.
Kota Mosul direbut oleh NIIS pada Juni 2014, dan upaya merebut kota kedua terbesar di Irak itu mulai terhambat oleh awan beracun yang dilontarkan pasukan NIIS. Kondisi itu membuat pasukan Irak yang dibantu pasukan Kurdi dan koalisi pimpinan Amerika Serikat mulai membagikan masker kepada mereka dan penduduk setempat.
Pasukan koalisi sudah mendekati kota Mosul, bahkan pasukan khusus Peshmerga Kurdi berupaya merebut kota Bashiqa, sekitar 20 kilometer dari Mosul. Menurut tentara Irak, pasukan pemerintah telah berhasil merebut kota Bartella serta 50 desa lain di sekitarnya.
Namun, penggunaan bahan kimia oleh NIIS telah menyebabkan sedikitnya dua warga sipil meninggal. Dilaporkan juga, sedikitnya 500 warga lain mengalami gangguan pernapasan.
Di tengah dugaan pemakaian bahan kimia oleh NIIS, Turki menawarkan bantuan pasukan kepada Irak. Tawaran Turki itu mendapat dukungan dari Menteri Pertahanan Ashton Carter.
Penolakan Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi disampaikan setelah bertemu Carter di Baghdad. Abadi menyatakan, Irak masih mampu menangani pertempuran di Mosul. "Jika bantuan itu dibutuhkan, kami pasti akan memintanya," kata Abadi.
PM Turki Binali Yildirim mengkritik keputusan tegas Abadi mengingat paling sedikit 500 tentara Turki berada di dekat Bashiqa. Tentara Turki ikut melatih pasukan Peshmerga dan tentara Irak. "Turki tidak akan tunduk pada ancaman dari mana pun," katanya.
Pasukan Irak yang sebagian besar Syiah memang punya kendala ketika berhadapan dengan warga Mosul yang sebagian besar Sunni, apalagi NIIS yang juga bermazhab Sunni. Sementara itu, Turki selama ini dinilai punya kedekatan dengan NIIS, khususnya di Suriah. Karena itu, keikutsertaan Turki dalam upaya merebut kota Mosul dinilai hanya akan memperkeruh masalah yang ada.
Kejatuhan kota Mosul ini bisa menjadi pukulan telak bagi keberadaan NIIS, apalagi di Suriah gempuran oleh Rusia dan pasukan pemerintah makin menjepit NIIS. Meski belum terkonfirmasi, Abu Bakar al-Baghdadi, pemimpin utama NIIS, dikabarkan telah berada di Mosul.
Mosul menjadi sangat strategis karena dari kota ini pasukan NIIS bergerak menuju Suriah sehingga diyakini kejatuhan Mosul akan mengendurkan perlawanan NIIS di Suriah. Namun, upaya merebut kota Mosul tidak sederhana, apalagi mereka menggunakan warga Mosul sebagai tameng. Kita berharap warga tak berdosa tidak banyak menjadi korban dalam perebutan ini.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Oktober 2016, di halaman 6 dengan judul "Hindarkan Warga Jadi Korban".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar