Publik penuh harap kampanye pilkada ditandai dengan adu gagasan antarkandidat, adu program, adu pendekatan dari kandidat untuk membuat provinsi, kota, atau kabupaten menjadi lebih baik. Publik yang rasional kian tercerahkan dengan program baru dan pendekatan baru yang ditawarkan kandidat untuk memperbaiki kondisi masyarakat.
Namun, di tengah harapan itu terselip kekhawatiran ketegangan politik, khususnya di Jakarta dan daerah lain, akan meningkat. Ketegangan meningkat akibat provokasi media sosial yang tidak terkendali. Berbeda dengan media arus utama yang mempunyai ruang redaksi dan penanggung jawabnya, di media sosial semua pemain media sosial adalah pemimpin redaksi dan juga reporter sekaligus. Isu apa pun bisa ditumpahkan di lini masa media sosial.
Media sosial kian meneguhkan masuknya Indonesia ke era demokrasi bicara (talking democracy). Dunia maya sepertinya menjadi ruang untuk menyampaikan apa saja: mulai dari pandangan, harapan, perasaan, saran, sampai kecaman bahkan sumpah serapah. Media sosial membuat orang bebas tanpa sekat dan waktu untuk terpapar dengan semua "informasi" dan pandangan yang berbeda. Situasi itu bisa kian mengukuhkan orang kian toleran dengan pandangan berbeda, tetapi bisa juga sebaliknya. Media sosial justru bisa membuat bangsa ini terpolarisasi atau malah terpecah. Media sosial bisa meradikalisasi gerakan, tetapi juga bisa memoderasi pandangan.
Masalahnya, apakah warga bangsa ini, para elite politik, para pesohor, para juru kampanye sudah siap menghadapi terpaan media sosial, sebagai hutan belantara "informasi". Inilah dilema kita bersama memasuki masa kampanye pilkada serentak. Namun, kita tetap berharap kampanye pilkada serentak yang sudah dimulai tetap diwarnai keriaan. Akun media sosial tim kampanye harus didaftarkan sehingga ada pihak yang bertanggung jawab jika terjadi pelanggaran. Pasangan calon mempunyai peran sentral dalam mengendalikan tim suksesnya untuk meraih kekuasaan. Percuma kekuasaan diraih jika kerusakan pada bangsa ini kian melebar akibat pilkada.
Kita berharap KPU daerah sebagai penyelenggara pilkada, Bawaslu sebagai pengawas, dan Polri sebagai penjaga keamanan bertindak sesuai dengan perannya. Pelanggaran kecil yang terus dibiarkan bisa kian membesar. Pelanggaran kampanye harus cepat diselesaikan. Penyebaran informasi palsu di media sosial harus segera diklarifikasi dan jika memang unsur-unsur memenuhi penegakan hukum harus dilakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar