Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 29 Oktober 2016

TAJUK RENCANA: Serangan Bom Makin Brutal (Kompas)

Perang memang tidak memilih korban. Namun, serangan brutal Pemerintah Suriah yang menewaskan puluhan murid dan guru tak bisa dibenarkan.

Apalagi, ada dugaan pasukan Pemerintah Suriah menggunakan senjata kimia. Namun, juru bicara Menteri Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, menyatakan, Rusia sama sekali tak terlibat dalam serangan di Provinsi Idlib, Suriah, itu. "Klaim bahwa pesawat Rusia dan Suriah memimpin serangan itu hanyalah berita bohong belaka," ujarnya.

Pernyataan Zakharova diperkuat oleh juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia, Igor Konashenkov. "Hari Rabu, 26 Oktober, itu, saat bom mengguncang dua sekolah di Idlib, tak satu pesawat Rusia pun masuk ke area itu," katanya. Konashenkov menambahkan, atap sekolah tersebut tidak rusak sesuai foto yang mereka peroleh.

Konflik Suriah pecah Maret 2016 ditandai oleh protes secara damai kepada Presiden Bashar al-Assad. Konflik itu makin rumit ketika kekuatan internasional ikut campur dan menyebabkan sekitar 300.000 orang meninggal.

Konflik semakin kompleks sejak Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengumumkan bahwa tentaranya bergabung dengan kelompok pemberontak melawan Assad. Rusia dan Barat memiliki pandangan berbeda terkait nasib Assad, apakah ikut dalam pemerintah transisi atau tidak.

Menteri Luar Negeri Perancis Jean-Marc Ayrault tidak yakin terhadap pernyataan Rusia. "Siapa yang bertanggung jawab? Dalam banyak kasus, itu tidak dilakukan kelompok oposisi, apalagi mereka tidak punya pesawat," ujarnya.

Provinsi Idlib selama ini dikontrol oleh kelompok pemberontak dan jihadis. Daerah ini selalu menjadi sasaran serangan bom Rusia atau Suriah. Pengamat menyatakan, serangan bom semakin gencar dalam minggu ini.

Kelompok oposisi Suriah, kemarin, melancarkan serangan roket besar-besaran terhadap pasukan pemerintah di Aleppo. Mereka termasuk faksi Ahrar al-Sham dan kelompok eks pendukung Al Qaeda, Front Fateh al-Sham. Serangan ini menewaskan sedikitnya 15 warga sipil.

Di tengah upaya pembicaraan yang buntu, Uni Eropa mengumumkan penambahan 10 warga Suriah ke dalam daftar hitam. Tak hanya itu, pemimpin Uni Eropa setuju untuk menambah sanksi kepada rezim Assad.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyelesaikan konflik di Suriah. Namun, hal itu seperti mendapati jalan buntu ketika Amerika Serikat yang didukung Barat belum dapat menyamakan perbedaan sikap terkait posisi Assad. Tanpa menyelesaikan posisi Assad, tidak mungkin terjadi perdamaian di Suriah.

Benar kata pepatah, jika dua gajah bertarung, rumput yang mati terinjak-injak. Rusia tidak akan melepas Suriah sampai kapan pun karena inilah satu-satunya negara yang dapat menjadi pintu masuk ke Timur Tengah. Segala cara akan dipakai untuk tetap mencengkeram negara itu.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Oktober 2016, di halaman 6 dengan judul "Serangan Bom Makin Brutal".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger