Jika dugaan suap itu betul, sungguh menyedihkan. Salah satu pilar penting bangsa roboh. Bukan hanya Komisi Pemberantasan Korupsi yang mengendus informasi itu. Ombudsman Republik Indonesia (ORI) pun mengaku sudah menerima laporan dari tujuh perguruan tinggi di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi. Bahkan, menurut anggota ORI, Ahmad Alamsyah Saragih, dari informasi itu muncul nama yang sama, yakni petinggi partai politik serta oknum Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Menurut temuan ORI, sudah terjadi penyerahan uang yang besarnya Rp 1,5 miliar hingga Rp 5 miliar. (Kompas, 26 Oktober 2016)
Tidak ada kata lain, selain isu dugaan suap dalam pemilihan rektor harus dituntaskan. Baik ORI, KPK, maupun Kemristek dan Dikti harus memberikan klarifikasi terbuka soal dugaan penyuapan dalam pemilihan rektor. Pemberi informasi perlu memberikan informasi lebih terbuka soal dugaan suap itu. Jika memang ada kekhawatiran soal itu, ada baiknya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ikut memberikan perlindungan. Tanpa ada penyelidikan terbuka, kita khawatir isu itu dibawa ke wilayah yang bisa menimbulkan fitnah.
Sesuai dengan aturan pemilihan rektor perguruan tinggi, senat perguruan tinggi memiliki 65 persen suara untuk pemilihan rektor. Setiap anggota senat mempunyai satu suara, sedangkan Menristek dan Dikti memiliki 35 persen suara. Suara menteri menjadi signifikan untuk menentukan siapa yang akan ditunjuk pemerintah menjadi rektor PTN. Dengan 35 persen suara yang dimilikinya, menteri bisa memilih siapa rektor yang dikehendaki.
Ke depan, mekanisme itu harus diperbaiki. Perlu ada aturan main yang jelas dan terang, ke mana 35 persen suara menteri akan diarahkan. Tidak akan muncul pertanyaan seandainya menteri memberikan 35 persen suaranya kepada calon rektor yang mendapat suara terbanyak dari senat. Dalam posisi ini, menteri hanya meneguhkan rektor pilihan senat. Sebaliknya, jika menteri dengan 35 persen suara memberikan suara kepada calon rektor dengan suara terbanyak kedua atau ketiga, pertanyaan pasti akan muncul. Apalagi jika keputusan menteri tersebut tidak dilandasi argumentasi dan basis penilaian yang jelas.
Isu suap dalam pemilihan rektor tak bisa dibiarkan. Inilah tragedi dalam dunia pendidikan. Karena itulah KPK harus menuntaskan kasus tersebut sehingga masalahnya menjadi terang benderang. Ke depan, mekanisme pemilihan rektor PTN harus diperbaiki agar tidak membuka ruang terjadinya suap pemilihan rektor tersebut. Biarkan kampus punya otonomi memilih pemimpinnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar