Berdasarkan catatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), lebih dari 3.000 warga Rohingya meninggalkan rumahnya di Negara Bagian Rakhine, dan sebagian besar melarikan diri ke Banglades. PBB pun mendesak Banglades membuka perbatasan mereka untuk warga Rohingya.
Dalam tiga hari terakhir, 2.000 warga Rohingya telah melintasi perbatasan Banglades. Namun, polisi Banglades menangkap mereka dan akan mengembalikan warga Rohingya tersebut ke Myanmar.
Padahal, untuk mencapai Banglades, sebagian dari mereka ada yang harus berjalan hingga empat hari dan menggunakan perahu. Di sisi lain, petugas perbatasan Banglades memperketat penjagaan di wilayah perbatasannya.
Konflik etnis Rohingya muncul pada tahun 2012, diawali kerusuhan yang menyebabkan beberapa orang meninggal. Dalam empat tahun, konflik itu timbul tenggelam dan Pemerintah Myanmar dipandang tidak cukup berupaya menghentikannya.
Ratusan Muslim menggelar demonstrasi di depan Kedutaan Besar Myanmar di Jakarta, Kamis (24/11). Mereka meminta Pemerintah Myanmar menghentikan tindakan kekerasan terhadap warga Rohingya.
Mereka berdemonstrasi karena membaca laporan bahwa akibat kekerasan terhadap Rohingya selama November ini sekitar 100 orang meninggal dan lebih dari 1.000 bangunan rusak. Tidak ada yang dapat melakukan verifikasi atas kebenaran dari berita tersebut.
Namun, Pemerintah Indonesia percaya Pemerintah Myanmar bisa mengelola persoalan ini dengan mengedepankan prinsip demokrasi dan penghormatan pada hak asasi manusia. Keyakinan itu muncul setelah Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi berbicara langsung dengan mitranya, Menteri Muda Urusan Luar Negeri Myanmar Kyaw Tin.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir menyatakan, Indonesia mengharapkan pengelolaan bantuan kemanusiaan dan pembangunan di Rakhine bersifat inklusif. "Pernyataan itu ditanggapi positif Menteri Muda," kata Arrmanatha.
DPR RI meminta pemerintah mendorong negara di ASEAN agar lebih berperan aktif mengakhiri konflik Rohingya. Ketua Komisi Luar Negeri DPR Abdul Kharis Almasyhari menyayangkan tindakan aparat Myanmar yang telah melakukan penggusuran dan pembakaran perkampungan warga Rohingya.
Pemerintah Myanmar memberikan sinyal positif untuk menyelesaikan konflik Rohingya, tetapi kita meminta agar ada "peta jalan" yang dibuat untuk menyelesaikannya.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 November 2016, di halaman 6 dengan judul "Sinyal Penyelesaian Konflik Rohingya".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar