Rabu (17/8) siang di Riocentro, Rio de Janeiro, Brasil, lagu kebangsaan "Indonesia Raya" akhirnya diperdengarkan. Menjelang Rabu tengah malam WIB itu, ganda campuran Tontowi/Liliyana, dengan panggilan Owi/Butet, mempersembahkan medali emas hanya sehari sebelum atlet-atlet Indonesia mengakhiri penampilan dalam pesta olahraga negara-negara sedunia. Itu menjadi satu-satunya medali emas bagi Indonesia di Rio. Hasil itu menebus kegagalan total pada empat tahun sebelumnya. Di London 2012, untuk pertama kalinya sejak bulu tangkis dipertandingkan di Olimpiade Barcelona 1992, tim bulu tangkis Indonesia tak membawa pulang medali apa pun.
Sepulang dari Rio, Owi/Butet pun dapat sambutan luar biasa. Arak-arakan, acara pemberian bonus, wawancara dan rekaman untuk media menjadi agenda hingga sekitar sebulan setelah kembali dari Rio.
Perjuangan mereka memang patut dihargai. Namun, emas Olimpiade Rio, dua emas Indonesia dari Asian Games Incheon 2014, empat gelar juara All England, dan tiga gelar juara dunia yang diraih pebulu tangkis Indonesia pada kepengurusan PBSI periode 2012-2016, hanya sebagian tantangan PBSI pada masa kepemimpinan Wiranto yang menggantikan Gita Wirjawan.
Tantangan semakin berat karena tak akan ada lagi nama sejumlah pemain yang selama ini menjadi andalan meraih gelar juara. Hendra Setiawan mundur dari pelatnas Cipayung sejak Desember 2016. Butet belum memastikan akhir kariernya di pelatnas. Namun, dengan usia 32 tahun pada 2017, dia akan makin sulit bersaing dengan pemain muda dari negara lain.
Debby Susanto, yang juga berencana mundur dari pelatnas, juga Greysia Polii, termasuk nama-nama senior yang kemungkinan besar tak akan tampil lagi di Olimpiade. Nitya Krishinda, peraih emas Asian Games 2014 bersama Greysia, didera cedera lutut.
Empat tahun menuju Olimpiade Tokyo (Jepang), bukan waktu yang lama untuk membentuk kekuatan baru. Apalagi saat ini Indonesia tertinggal dalam regenerasi, terutama dibandingkan dengan Jepang dan Tiongkok.
Saat para senior pensiun, kekuatan baru kedua negara itu muncul. Atlet-atlet berusia 19-23 tahun telah menjuarai turnamen super series/super series premier, yaitu turnamen berlevel kedua di bawah Olimpiade dan kejuaraan dunia. Mereka juga berada di peringkat 10 besar dunia.
Negara tetangga, Thailand, juga bisa menjadi ancaman di masa depan. "Negeri Gajah Putih" itu menggeliat melalui kelahiran pemain-pemain yunior (di bawah 19 tahun), terutama di nomor tunggal.
Dalam daftar peringkat dunia pemain yunior, yang terakhir dikeluarkan Federasi Bulu Tangkis Dunia pada 22 Desember, Thailand memiliki pemain nomor 1, 6, dan 10 di tunggal putra. Di putri, mereka punya pemain peringkat ke-3 dan ke-12.
Indonesia patut waspada karena dalam rentang usia 19-23 tahun hanya ada nama Kevin Sanjaya Sukamuljo (20) yang berpengalaman menjuarai super series/premier. Kevin bermain di ganda putra bersama Marcus Fernaldi Gideon yang telah berusia 25 tahun.
Ganda campuran Ronald Alexander/Melati Daeva Oktavianti, keduanya berusia 22 tahun, pernah menjuarai Grand Prix Gold Indonesia Masters, satu level di bawah super series/premier. Namun, pemain lain yang seusianya baru pada tahap tampil di final level serupa, atau juara international challenge/series, dua level di bawah super series/premier.
Harapan sebenarnya ada pada pemain yunior karena Indonesia memiliki pemain berperingkat 10 besar di setiap nomor, termasuk finalis Kejuaraan Dunia Yunior, Chico Aura Wardoyo. Kini, tugas PBSI adalah meningkatkan kemampuan mereka agar berprestasi di level senior.
Pembinaan daerah
Tantangan PBSI 2016-2020 tak sekadar mempertahankan berbagai gelar juara di level internasional. Tugas memajukan bulu tangkis Indonesia, seperti dijanjikan Wiranto saat pengumuman pengurus, lebih dari sekadar mencari sang juara.
Di bawah koordinasi Bidang Pembinaan dan Prestasi yang dipimpin Susy Susanti, serta Bidang Pengembangan Daerah dan Komunitas (Alfianto Wijaya), program regenerasi mutlak segera dilakukan. Seperti masukan yang pernah disampaikan Susy, sebelum menjadi bagian dari pengurus PBSI, harus ada dua hingga tiga lapis pemain muda yang disiapkan untuk target jangka panjang.
Akan tetapi, bidang pembinaan prestasi tak bisa bekerja sendiri. Target mereka harus selaras dengan program di bidang pengembangan daerah karena pemain pelatnas terlahir dari klub di sejumlah daerah.
Pelatih ganda putri pelatnas Eng Hian pernah berpendapat, PBSI sepatutnya memperhatikan kualitas pemain yang dipilih untuk pelatnas. Selama ini, pemain dari daerah dan klub berbeda memiliki standar kemampuan berbeda.
Membuat standar pola latihan untuk atlet-atlet muda, menyosialisakannya ke daerah, dan mengatasi masalah pencurian umur bisa menjadi prioritas. Masalah itu tak teratasi dengan optimal oleh PBSI 2012-2016.
Seperti dijelaskan Ketua Bidang Pengembangan PBSI 2012-2016 Basri Yusuf (Kompas, 29/10), sejak pertengahan 2013 PBSI sudah membangun sistem pengembangan di daerah, termasuk sosialisasi standar pelatihan. Namun, implementasinya belum optimal karena terkendala terbatasnya anggaran.
"Meski bukan organisasi baru, faktanya PBSI masih seperti hutan belantara. PBSI belum punya data akurat tentang jumlah klub, pemain, ataupun jumlah wasit di daerah. Kami sedang membangun sistem data informasi, bekerja sama dengan semua pengurus provinsi. Dengan adanya sistem ini, pengembangan klub dan pemain akan lebih mudah dilaksanakan," kata Basri saat ditemui di sela Kejuaraan Nasional Beregu Campuran di Solo.
Kendala pencurian umur
PBSI juga selayaknya mewaspadai masalah lain yang menjadi penghambat regenerasi, dalam hal ini pencurian umur. Praktik yang menodai sportivitas ini dilakukan dengan mengurangi usia atlet dalam dokumen sehingga dia bisa bertanding di kategori usia lebih muda.
Beberapa mantan pebulu tangkis bercerita, pencurian umur terjadi di hampir semua klub, termasuk klub besar. Meski demikian, hanya sedikit kasus yang terkuak dan ditangani PBSI. Oktober lalu, misalnya, tiga pemain diskors karena pemalsuan umur dua hingga tiga tahun. Padahal, seperti dikatakan salah satu pelatih di klub, pemain yang dihukum sangat sedikit dibandingkan kasus yang terjadi.
PBSI bidang keabsahan, yang dipimpin Rachmat Setiyawan, harus aktif dan tegas memberikan sanksi kepada semua yang terkait masalah ini. Jangan sampai muncul konflik kepentingan karena beberapa pengurus PBSI berasal dari klub yang tersangkut kasus pencurian umur.
Pro dan kontra memang muncul terkait susunan pengurus PBSI 2016-2020. Mantan pemain, Imelda Wiguna, adalah salah satu yang berpendapat bahwa sebagian pengurus tak dikenal. Selain mantan pemain, orang klub dan pengurus daerah PBSI, tim formatur menempatkan orang-orang partai politik.
Meski ada keraguan, apalagi Wiranto juga sibuk sebagai Menko Polhukam, masyarakat Indonesia, termasuk Imelda dan segenap insan bulu tangkis, berharap nakhoda baru PBSI akan membawa bulu tangkis Indonesia ke arah lebih baik. Lebih gemilang di panggung dunia.
(YULIA SAPTHIANI/GATOT WIDAKDO)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Desember 2016, di halaman 6 dengan judul "Menanti Arah Nakhoda Baru".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar