Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 29 Desember 2016

Moratorium Minimarket//Dubes Rusia soal Hak Veto DK PBB//Kartu Kredit Dibobol (Surat Pembaca Kompas)

Moratorium Minimarket

Ekonomi dan bisnis di Indonesia sudah amat jauh dari falsafah ekonomi Pancasila yang berorientasi pada ekonomi kerakyatan. Salah satu contohnya adalah menjamurnya minimarket di Indonesia, yang ternyata pemiliknya adalah orang kaya.

Kegiatan minimarket merajalela dan menguasai bisnis "toko kelontong" di Indonesia. Rakyat yang berbelanja tetap menjadi konsumen, sementara pemilik dari minimarket-minimarket yang sudah kaya menjadi semakin kaya.

Pemerintah perlu menyadari bahwa orientasi ekonomi kapitalis semacam ini akan semakin memperlebar kesenjangan sosial. Inilah saatnya pemerintah membuat moratorium pembukaanoutlet-outlet minimarket.

Di sisi lain, kita sebagai konsumen minimarket perlu belajar untuk teliti dan berhati-hati. Baru-baru ini kawan saya bercerita bahwa saat ia membeli air mineral di minimarket, diam-diam ada tambahan Rp 200 di struk belanja.

Tertulis di situ uang untuk Donasi Ku Bangun Negeri. Langsung kasir ditegur kawan saya dan ia meminta kembali uangnya.

Bayangkan jika dalam sehari yang berbelanja di minimarket tersebut ada 100 orang, maka sudah terkumpul dana Rp 20.000. Dalam satu bulan terkumpul Rp 600.000 dan dalam satu tahun Rp 7,2 juta. Tidak jelas uang tersebut untuk kepentingan apa dan siapa? Bagaimana transparansi dan pertanggungjawabannya?

Tampak sekali adanya upaya untuk memanfaatkan ketidakpedulian konsumen untuk membaca struk belanjaan. Selain moratorium, pemerintah perlu melarang pungutan-pungutan liar semacam ini dan menjatuhkan sanksi bagi pelanggarnya.

ARIES MUSNANDAR

Srigading Dalam, Malang

Dubes Rusia soal Hak Veto DK PBB

Tajuk Rencana Kompas edisi Kamis (8/12), "PBB Disandera Hak Veto", menurut pandangan kami kurang tepat, di mana di sana diulas kritik kepada Rusia tentang penggunaan hak veto di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) secara berlebihan. Perlu disampaikan bahwa hak veto melekat pada lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang tertuang dalam Piagam PBB. Dengan demikian, legitimasi dari sisi hukum internasional, hak veto tersebut tidak bisa dimungkiri keabsahannya.

Kodifikasi hak ini bermuara pada pengalaman sejarah besar para pendiri PBB yang dibentuk. Sebagaimana kita ketahui bahwa pada tahun 1945, pada masa akhir Perang Dunia Kedua, dengan tujuan untuk memastikan perdamaian dan mencegah terjadi bencana global baru yang ketiga. Sepertinya peruntukan yang diberikan 71 tahun silam mengenai hak veto bagi anggota tetap Dewan Keamanan PBB, para pendiri organisasi internasional yang bersifat universal ini melihatnya sebagai premis penting untuk perdamaian dunia.

Terlepas dari segala masalah nyata yang dihadapi PBB dalam menjalankan kegiatannya, dunia berhasil terhindar dari terjadinya Perang Dunia Ketiga. Hak ini bukan semata hak istimewa, melainkan sebagai sarana checks and balances yang dibutuhkan dalam kinerja PBB dan dewan keamanannya yang penting untuk memelihara perdamaian dan stabilitasnya. Hak veto berfungsi sebagai pengambilan keputusan bijak, meniadakan kemungkinan pemaksaan kehendak satu negara ke negara lain.

Seruan untuk mengubah hak veto dalam Dewan Keamanan PBB akan membawa konsekuensi serius yang mungkin berujung dan tidak bisa diubah lagi terhadap perusakan perdamaian dan keamanan dunia. Diharapkan bahwa publikasi Kompas yang kami dapati selama ini selalu terlihat seimbang, obyektif, dan tidak memihak akan mampu memberikan ruang untuk mengenalkan pandangan dari sisi Duta Besar Federasi Rusia kepada pembacaKompas.

MIKHAIL GALUZIN

Duta Besar Rusia, Jakarta

Kartu Kredit Dibobol

Kartu kredit Mandiri saya dibobol dengan cara digunakan oleh pihak tidak dikenal di luar negeri pada 17 Juni 2016.

Kejadian ini langsung saya laporkan kepada pihak bank dan saya mengajukan surat sanggahan transaksi sekaligus pembatalan transaksi yang ditagih. Saya tidak pernah melakukan transaksi dimaksud dan kartu kredit ada pada saya setiap saat.

Pihak bank memproses laporan saya dan menjelaskan bahwa saya harus membayar tagihan selama proses penyelidikan. Setelah satu bulan belum ada kejelasan, akhirnya dengan berat hati saya membayar tagihan ditambah bunga.

Saya sudah mengirim surel kepada pihak terkait dan menunggu kabar lebih lanjut, tetapi tidak ada jawaban. Saya sudah berkali-kali telepon ke customer serviceBank Mandiri, tetapi jawabannya senada: masih proses dan butuh waktu paling lama empat bulan.

Sekarang sudah lebih dari empat bulan dan tetap tanpa kabar dari Bank Mandiri.

RONGGO BAGUS PAMBUDI

Kav Keuangan Serua Indah, Tangerang Selatan

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Desember 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger