Panduan ini akan memudahkan peneliti yang melakukan riset tentang pemerintahan Soekarno. Juga dapat memberikan gambaran yang menyeluruh tentang pasang naik dan pasang surut karier kepresidenan Soekarno. Di sini terdapat Teks Proklamasi 17 Agustus 1945 (stensilan 1 lembar) sampai "Pengumuman Presiden RI/Mandataris MPRS/ Panglima Tertinggi ABRI (Soekarno) tentang penyerahan kekuasaan pemerintahan kepada Jenderal TNI Soeharto..." tahun 1967.
Arsip tersebut sebanyak 573 nomor arsip kertas, 627 nomor arsip foto, dan 151 nomor arsip film digolongkan pada tiga periode, yaitu awal kemerdekaan (1945-1950), demokrasi liberal (1950-1959), dan demokrasi terpimpin (1959-1967).
Tentu saja penamaan dan pembabakan tersebut dapat ditinjau ulang karena buku Indonesia dalam Arus Sejarah tidak menggunakan istilah demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin. Istilah liberal dan terpimpin itu mengundang debat. Sebagai tambahan, David Bourchier dari Australia menyebut masa pemerintahan Soeharto bukan "liberal" atau "terpimpin", melainkan sebagai "illiberal democracy" (demokrasi yang tidak liberal).
Pengelompokan arsip
Arsip itu dikelompokkan dalam lima bidang: politik, pertahanan-keamanan, ekonomi, pendidikan, agama dan sosial budaya, serta olahraga. Produk hukum berupa penetapan presiden, keputusan presiden, dan instruksi presiden dimasukkan dalam bidang politik.
Oleh karena itu, bidang politik sebaiknya berlabel politik dan hukum agar dapat menampung berbagai arsip tentang perkara hukum yang terjadi semasa pemerintahan Soekarno. Misalnya saat Jaksa Agung Soeprapto (1950-1959) menyeret ke pengadilan beberapa menteri. Bahkan dalam sebuah kasus, walaupun sempat berkonsultasi dengan Presiden Soekarno dan disarankan jangan, Jaksa Agung Soeprapto tetap menuntut penghukuman salah satu menteri.
Setelah proklamasi kemerdekaan ternyata Ibu Kota tidak aman. Oleh sebab itu, pusat pemerintahan dipindahkan ke Yogyakarta tahun 1946-1949.
Dalam kondisi demikian, Presiden Soekarno mengeluarkan testamen agar kepemimpinan nasional dilanjutkan oleh Tan Malaka apabila ia tidak dapat menjalankan tugasnya. Atas usul Hatta, nama penerima testamen itu ditambah dengan Iwa Kusumasumantri, Sjahrir, dan Wongsonegoro. Menurut SK Trimurti, dokumen kemudian dimusnahkan di depan Bung Karno agar tidak dapat disalahgunakan. Ternyata turunan arsipnya ada di ANRI dan disertai terjemahan dalam bahasa Belanda.
Arsip era Soekarno diwarnai upaya mempertahankan kemerdekaan secara diplomasi dan militer. Perang gerilya berlangsung seiring perundingan, seperti Linggarjati, Renville, Rum-Royen, dan Konferensi Meja Bundar. Perjanjian terakhir bermuara pada penyerahan kedaulatan kepada Indonesia, tetapi dengan catatan bahwa Indonesia harus membayar utang kepada Belanda. Masalah ini perlu dikaji ulang karena perjanjian sudah dibatalkan Indonesia, tetapi mengapa pembayaran utang masih berjalan terus sampai Orde Baru?
Kunjungan kenegaraan
Setelah tahun 1950, Presiden Soekarno sering melakukan kunjungan kenegaraan ke luar negeri. Juni 1960, ia melawat selama dua bulan empat hari ke India, Hongaria, Austria, Mesir, Guinea, Tunisia, Maroko, Portugal, Kuba, Puerto Riko, San Francisco, Hawaii, dan Jepang.
Untuk apa demikian jauh dan lama? "Aku ingin Indonesia dikenal orang."
Kata Soekarno selanjutnya, "Menurut Menteri Luar Negeri kami, satu kali lawatan Soekarno ke sebuah negara sama artinya dengan 10 tahun pekerjaan duta besar. Itulah alasan, mengapa aku melakukan perjalanan dan mengapa aku selalu menunjukkan fakta-fakta tentang Tanah Air-ku dalam setiap pidato yang kuucapkan di seluruh penjuru dunia. Aku ingin mengajari orang-orang asing dan memberikan selintas pandang pertama tentang negeriku yang tercinta yang hijau, laksana untaian zamrud di khatulistiwa."
Ada dua aspek yang penting digarisbawahi, yaitu masa awal dan masa akhir pemerintahan Soekarno. Meski baru menjadi Presiden 18 Agustus 1945, seyogianya arsip sidang-sidang BPUPKI dan PPKI masuk panduan ini. Arsip tersebut sangat penting karena bisa menjelaskan dasar negara Pancasila dan juga Piagam Jakarta. Adanya kasus penghinaan terhadap Presiden Soekarno terkait Pancasila belakangan ini memperlihatkan keterbatasan pemahaman masyarakat, termasuk elite, tentang sejarah lahirnya Pancasila.
Arsip 1965
Masa kejatuhan Soekarno diawali dengan G30S (Gerakan 30 September) 1965. Seharusnya arsip mengenai peristiwa kudeta 1965 ini disajikan secara lengkap sehingga dapat menghasilkan temuan baru bagi peneliti.
Apabila dilihat daftar pidato Presiden Soekarno 30 September 1965 sampai Februari 1967, ada satu arsip yang tidak ditemukan, yaitu pidato Presiden di depan sidang kabinet 6 Oktober 1965 di Istana Bogor. Dalam pertemuan itu hadir tokoh PKI Njoto dan Lukman yang dimintai keterangan oleh Soekarno tentang seberapa jauh keterlibatan PKI dalam peristiwa G30S. Pers memberitakan peristiwa ini walau arsipnya tidak ditemukan.
Arsip akhir hayat Bung Karno meskipun menyedihkan mesti tersedia. Guruh Soekarnoputra mengharapkan agar surat kematian Soekarno di RSPAD Gatot Subroto Juni 1970 tersimpan di ANRI. Arsip laporan perawatan Soekarno semasa ditahan di Wisma Yaso tahun 1968-1970 sebanyak sembilan bundel seyogianya juga dapat diakses peneliti. Kini arsip itu ada pada Rachmawati Soekarnoputri dan fotokopinya dimiliki dr Kartono Mohammad.
Arsip Soekarno secara lengkap akan memberikan gambaran perjuangan seorang tokoh bangsa yang perlu diteladani dan jadi pembelajaran generasi berikutnya. Terutama tentang peralihan kekuasaan yang seyogianya berlangsung damai.
ASVI WARMAN ADAM
Sejarawan LIPI
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Desember 2016, di halaman 7 dengan judul "Pentingnya Arsip Soekarno".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar