Dalam kesepakatan di antara anggota OPEC di Vienna, Austria, Rabu lalu, produksi akan dikurangi 1,2 juta barrel per hari. Selain itu, negara-negara non anggota, seperti Rusia, juga mengurangi produksi hingga 600.000 barrel.
Keputusan tersebut segera menaikkan harga minyak jenis Brent sebagai patokan harga dunia menjadi hampir 52 dollar AS per barrel. Sebelum sidang, harga Brent berfluktuasi 45 dollar AS-50 dollar AS pada November.
Keputusan dicapai setelah delapan tahun tidak ada batasan produksi oleh anggota OPEC. Sebagai kartel, organisasi itu ingin tetap mendominasi pasar dengan membanjiri pasar agar harga jatuh dan produsen minyak di luar organisasi tidak dapat bersaing. Salah satu pesaing minyak bumi adalah minyak serpih (shale oil), berasal dari karbon yang terjerap di dalam batuan serpih. Sumber terbesar minyak ini ada di Amerika Serikat.
Pencabutan embargo ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa awal tahun ini terhadap Iran mendorong pelepasan cadangan minyak negara penghasil kedua terbesar dalam OPEC itu. Tanpa pengaturan lebih lanjut, harga akan terus berada di bawah 50 dollar AS per barrel.
Bagi negara-negara anggota, harga minyak yang rendah dalam jangka panjang tidak menguntungkan di tengah kebutuhan mendapatkan devisa untuk pertumbuhan ekonomi tinggi. Apalagi, biaya produksi minyak serpih terus turun karena perkembangan teknologi sehingga tujuan awal pun tak tercapai.
Meski demikian, keberhasilan kesepakatan terbaru OPEC masih perlu diuji. Sebab, sebelumnya negara-negara anggota cenderung melanggar kesepakatan kuota.
Dalam jangka panjang, harga minyak berkaitan erat dengan hasil Persetujuan Paris pada November 2015. Persetujuan menyepakati pengurangan emisi karbon untuk menahan kenaikan suhu permukaan Bumi. Akibatnya, model bisnis industri minyak dunia akan berubah mendasar. Produksi tidak ditentukan oleh konsumsi, tetapi keinginan mencegah pemanasan global.
Sebagai anggota OPEC, Indonesia diharuskan mengurangi produksi 37.000 barrel per hari. Sementara dalam APBN 2017, penurunan produksi minyak disepakati 5.000 barrel per hari. Sebagai negara pengimpor, pemotongan produksi tidak menguntungkan Indonesia karena harga minyak akan naik. Karena itu, Indonesia memutuskan membekukan kembali keanggotaannya di OPEC. Kita kembali menjadi anggota OPEC awal 2016 setelah pada 2008 mengajukan pembekuan keanggotaan.
Melihat ke depan, pengembangan energi bersih semakin mendesak dilakukan. Apalagi, Indonesia sudah menetapkan pada 2025 target bauran energi 23 persen berasal dari energi terbarukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar