Seperti dilaporkan harian ini, persetujuan yang diberikan sepanjang 2016 tersebut berpotensi menaikkan cadangan minyak Indonesia sebanyak 142,45 juta barrel dan cadangan gas 645 miliar standar kaki kubik.
Dalam beberapa tahun terakhir, kita terus dihadapkan pada penyusutan produksi akibat minimnya penemuan cadangan baru, baik minyak maupun gas, sehingga mengancam ketahanan energi. Meski jumlah lapangan terus meningkat, cadangan minyak terus mengalami penurunan, mencapai titik terendah 3,6 miliar barrel pada semester I-2016, terendah sejak tahun 2000.
Hal itu disebabkan minimnya investasi di industri hulu migas dan tak adanya temuan cadangan minyak baru dalam skala besar. Rendahnya harga minyak dunia, yang anjlok dari 140 dollar AS per barrel pada 2008 menjadi di bawah 30 dollar AS per barrel pada 2014, membuat investasi di sektor hulu migas terus mengalami kelesuan beberapa tahun terakhir.
Kalaupun terjadi peningkatan rencana investasi, hal itu tidak selalu diikuti oleh peningkatan kegiatan pengeboran di lapangan. Minimnya eksplorasi berdampak pada terus berkurangnya cadangan migas. Beberapa waktu lalu Menteri ESDM mengingatkan, tanpa adanya temuan baru, cadangan minyak akan habis dalam 12 tahun (2028) dan cadangan gas akan habis dalam 30 tahun (2046).
Produksi minyak sendiri terus menurun 20 tahun terakhir, dari 1,6 juta barrel per hari (1997) menjadi kurang dari separuhnya. Indonesia importir neto minyak sejak 2008.
Persetujuan rencana pengembangan lapangan baru memang menjanjikan penambahan cadangan. Membaiknya harga minyak dunia diharapkan juga menambah gairah investasi di sektor hulu migas pada tahun depan. Namun, ini hanya bisa terwujud jika iklim juga kondusif.
Banyak faktor yang membuat kondisi 2017 dikhawatirkan belum akan banyak berubah dari sebelumnya. Salah satunya, rendahnya anggaran yang disiapkan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Sebagian kontraktor juga pemain baru yang belum berpengalaman. Tak sedikit kontrak migas yang segera berakhir masa konsesinya, juga belum diketahui nasib kelanjutan kontraknya.
Isu teknologi menjadi tantangan lain mengingat sebagian cekungan yang belum dieksplorasi berada di wilayahfrontier. Pemerintah juga harus tegas kepada kontraktor yang belum melakukan aktivitas eksplorasi di wilayah konsesi yang dikuasai. Banyak kalangan juga mengaitkan rendahnya investasi di hulu migas dengan iklim yang kurang kondusif, terutama terkait perizinan dan insentif. Dari sisi regulasi dan payung hukum, ketidakjelasan nasib revisi UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 juga menjadi penghambat.
Selain menggenjot investasi hulu-hilir migas, pengembangan energi alternatif terbarukan harus terus digalakkan karena kita tak bisa terus bertumpu pada migas.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Desember 2016, di halaman 6 dengan judul "Menggenjot Cadangan Migas".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar