Diawali dengan dugaan kasus penistaan agama oleh Gubernur petahana (nonaktif) Basuki Tjahaja Purnama, yang terlambat diantisipasi, energi bangsa tersedot untuk itu. Berbagai kalangan masyarakat di dalam dan di luar negeri mulai bertanya apa yang akan terjadi dengan bangsa Indonesia. Investor mengambil sikap menahan diri: wait and see. Situasi ini tidak menguntungkan bangsa ini.
Kita bersyukur kepolisian telah mencapai kesepakatan dengan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI untuk menggelar doa bersama untuk bangsa di kawasan Silang Monas pada 2 Desember 2016. GNPF juga tetap berkomitmen mengawal proses hukum atas diri Basuki. Pada Rabu kemarin, masyarakat menyaksikan Apel Nusantara Bersatu serentak di Tanah Air. Apel Nusantara Bersatu menyampaikan pesan agar seluruh komponen bangsa merajut kebersamaan serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Fenomena pengerahan dan pengumpulan kekuatan massa sah dalam negara demokrasi. Itu merupakan bentuk partisipasi politik warga negara. Meski pada sisi lain tren pengerahan massa memunculkan tanya di mana peran partai politik yang merupakan pilar demokrasi. Bukankah partai politik punya peran dan fungsi mengartikulasikan kepentingan dan mengagregasikan kepentingan rakyat. Panggung partai politik adalah panggung parlemen.
Terlepas dari gugatan terhadap peran partai politik, semua pihak menangkap aspirasi perlunya penegakan hukum cepat terhadap Basuki. Proses hukum terhadap Basuki juga merupakan ujian terhadap kemandirian kekuasaan kehakiman. Dan pada tempat lain, tertangkap pesan keinginan kita tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan dasar negara Pancasila. Tidak ada aspirasi berbeda. Kebersamaan kita sebagai bangsa perlu diperkokoh untuk menghadapi perkembangan global yang juga tidak menentu.
Proses hukum terhadap Basuki bisa diproses cepat, sesuai dengan KUHAP. Setelah Kejaksaan Agung menyatakan berkas pemeriksaan Basuki lengkap (P-21), kita menunggu proses hukum selanjutnya, penyerahan barang bukti dan tersangka, sebelum dilimpahkan ke pengadilan.
Biarlah proses hukum berjalan terbuka sesuai dengan prinsip kemandirian kekuasaan kehakiman. Menentukan bersalah tidaknya seseorang adalah otoritas hakim yang memang punya kewenangan untuk menyatakan bersalah tidaknya seseorang. Kita mendorong proses hukum dijaga bersama agar supremasi hukum tegak, demokrasi kian matang, kebersamaan kita sebagai bangsa terjaga.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Desember 2016, di halaman 6 dengan judul "Tetap Menjaga Kebersamaan".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar