Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 22 Desember 2016

Teror di Turki dan Jerman (Kompas)

Ada dua peristiwa yang menarik perhatian dunia, Senin, pembunuhan Duta Besar Rusia untuk Turki dan penyerudukan truk ke kerumunan orang di Berlin.

Duta Besar Rusia untuk Turki Andrey G Karlov ditembak oleh polisi Turki dan penyerudukan ke bazar natal di Berlin, Jerman, menewaskan 12 orang. Keduanya sama- sama dinyatakan sebagai aksi terorisme. Kedua peristiwa itu juga berdampak politik besar bagi negara terkait.

Bagi Turki, yang sepanjang 2016 diguncang serangkaian aksi terorisme dan percobaan kudeta, insiden pembunuhan Dubes Rusia menguatkan fakta tentang rapuhnya pengamanan di negeri itu. Namun, insiden yang terakhir dampak politiknya besar jika tak ditangani dengan hati- hati. Hubungan Rusia-Turki baru saja membaik setelah mengalami ketegangan akibat insiden penembakan pesawat jet Rusia pada tahun 2015.

Bagi Jerman, aksi teror yang mirip dengan insiden di Nice, Perancis, pada Hari Bastille Juli lalu, makin memojokkan posisi Kanselir Jerman Angela Merkel yang akan menghadapi pemilu pada 2017. Jerman sebelumnya dilanda serangkaian aksi teror pada Juli lalu, sekaligus empat insiden dalam sepekan, yang semuanya dilakukan oleh keturunan imigran dan pencari suaka. Antara lain, remaja Jerman keturunan Iran yang menembak 9 orang hingga tewas di Muenchen dan remaja pengungsi asal Afganistan yang menusuk lima orang di kereta api di Wuerzburg.

Insiden truk itu memberi amunisi baru bagi partai sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD) untuk menyerang kebijakan Merkel yang menampung hampir 1 juta pengungsi di Jerman pada 2015. Tanpa aksi teror itu sekalipun, posisi partai Merkel sudah kalah berturut-turut dalam lima pemilu negara bagian. Padahal, sosok Merkel sangat dibutuhkan saat ini, khususnya oleh Eropa yang sedang dilanda gelombang kanan. Merkel dianggap sebagai "pilar terakhir" yang mampu menjaga simbol-simbol demokrasi dan pluralisme di Eropa.

Benang merah yang mengaitkan dua peristiwa tersebut adalah konflik Suriah. Upaya Turki, Rusia, dan Iran untuk mencapai kesepahaman terkait konflik Suriah di Moskwa, kemarin, bisa menjadi titik harapan ke arah penyelesaian damai yang permanen.

Bagi Jerman dan Eropa umumnya, perdamaian di Suriah akan berdampak besar bagi penyelesaian krisis pengungsi yang terbesar sejak Perang Dunia II. Sudah lebih dari 1 juta migran yang menyeberang ke Eropa melalui Laut Mediterania sejak 2015, sebagian besar dari Suriah.

Dua aksi teror ini menjadi peringatan bagi dunia, tak hanya untuk waspada terhadap peniruan modus terorisme, tetapi juga menjadi momentum bersama untuk menumpas terorisme sampai ke akarnya. Kita angkat topi terhadap Densus 88 yang bisa mencegat (preemtif) rencana aksi teror di Indonesia, antara lain yang terjadi kemarin di Tangerang Selatan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Desember 2016, di halaman 6 dengan judul "Teror di Turki dan Jerman".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger