Yang paling mencolok soal kebijakan luar negeri. Presiden Donald Trump terlihat betul berupaya meminggirkan semua "warisan" kebijakan sebelumnya di bawah pemerintahan Presiden Barack Obama. Namun, ia belum memiliki cetak biru kebijakan luar negeri yang jelas.
Bahkan sejumlah kebijakan yang "turun-temurun" dianut oleh semua presiden AS, baik dari Partai Republik maupun dari Demokrat, ingin dirombaknya. Sebut saja, aliansi tradisional AS dengan Eropa, NATO, juga dengan sejumlah negara di Asia Pasifik, semua ingin "direvisi".
Penyebabnya, bisa karena Trump memiliki visi yang cemerlang tentang tatanan politik global di masa depan atau sebaliknya, dia tidak memiliki pengetahuan cukup dan mencoba menutupi itu dengan ucapan dan gertakan yang kontroversial. Trump sepertinya terlalu percaya diri untuk mendengar masukan para penasihatnya.
Perselisihan terakhir antara Trump dan pemerintahan Obama adalah terkait isu peretasan oleh intelijen Rusia terhadap sistem pemilu AS yang berupaya memenangkan Donald Trump. Trump menolak mentah-mentah laporan itu bahkan sebaliknya mempertanyakan kualifikasi badan-badan intelijen AS sendiri.
Bagi Trump, semua ribut-ribut itu tidak lebih dari upaya Demokrat yang tidak rela ia menang. Bisa dimengerti dilema yang dihadapi Trump, karena jika ia menerima laporan CIA, legitimasi dirinya mungkin saja dipertanyakan.
Namun, ketika Obama menjatuhkan sanksi persona nongrata terhadap 35 diplomat Rusia yang dituduh melakukan aksi spionase melalui kedubes dan konsulatnya di AS, Trump bahkan mencibir langkah Obama. Ia sebaliknya mengapresiasi sikap Presiden Vladimir Putin yang tidak melakukan aksi balasan.
Apa yang bakal terjadi jika ia resmi memerintah? Bisa jadi semua sanksi terhadap Rusia itu dicabut dengan segera. AS juga mungkin akan mendukung semua kebijakan Rusia, baik itu di Suriah dan Ukraina maupun lainnya.
Persoalannya adalah bagaimana jika Trump menangani persoalan internasional secara personal, alias menganggap pandangan personalnya sebagai pandangan Amerika. Ini yang mungkin menjadi kekhawatiran banyak pihak karena sampai saat ini kita belum melihat perubahan signifikan sosok Trump yang kontroversial sebagai capres dan Trump sebagai presiden terpilih.
Entah disadari atau tidak, pernyataan seorang presiden AS bisa berkonsekuensi politik besar, seperti ketika Trump mengoceh soal kebijakan "One China" di Twitter. Namun sekali lagi, suka atau tidak, dia adalah pilihan rakyat AS. Mari kita hadapi era yang tak pasti ini.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Januari 2017, di halaman 6 dengan judul "Menyambut Era Trump".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar