Tersangka penerima suap adalah Bupati Klaten, Jawa Tengah, Sri Hartini. Tersangka pemberi suap adalah Kepala Seksi SMP pada Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten, Suramlan. Dalam operasi tangkap tangan, 30 Desember 2016, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mengamankan Kepala Bidang Mutasi Badan Kepegawaian Daerah Klaten, 2 pegawai negeri sipil, 1 pegawai honorer, serta 2 pegawai swasta.
Yang menarik, dalam penggeledahan di rumah dinas ditemukan catatan penerimaan uang, yang besarannya bervariasi, mulai dari Rp 50 juta untuk posisi eselon IV hingga ratusan juta rupiah untuk jabatan lebih atas. Ditemukan juga dua kardus berisi uang miliaran rupiah.
Kasus ini semakin memperpanjang daftar koruptor kepala daerah. Data Kementerian Dalam Negeri, sejak 1999 hingga 2016, sudah 357 kepala/wakil kepala daerah yang tersangkut kasus hukum dan 80 persen di antaranya adalah kasus korupsi.
Lebih memprihatinkan lagi, KPK menduga kasus suap promosi dan mutasi jabatan ini merupakan fenomena gunung es. Artinya, modus serupa bisa terjadi di daerah lain. Komisi Aparatur Sipil Negara pun mencium ada banyak penyimpangan prosedur.
Kita tentu tidak menginginkan jabatan atau posisi di pemerintahan daerah yang seharusnya diisi aparatur berkualitas dan berintegritas akhirnya hanya diisi aparatur yang bermental penyuap. Rakyat kecillah yang akhirnya akan menjadi korban.
Oleh karena itu, pemerintah, khususnya Kementerian Dalam Negeri, perlu bertindak cepat membentuk tim pengawas. Mengingat, rentang Desember 2016 hingga Januari 2017, setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, terjadi mutasi dan rotasi pejabat di hampir semua kabupaten dan kota. Partai politik dan masyarakat pun perlu aktif mengawasi dan melaporkan jika mencium ada praktik KKN.
Penyakit akut bangsa ini sesungguhnya adalah korupsi. Sejak setengah abad lalu, harian Kompas dalam tajuk rencana sudah menggugat soal ini. "Salah urus dan korupsi merupakan penyakit yang sudah berakar pada tubuh kita. Mendorong ketidakadilan dalam segala bidang dan parahnya penderitaan rakyat" (Kompas, 7 April 1967).
Memasuki 2017, saatnya semua bersungguh-sungguh anti korupsi. Pemilihan kepala daerah di 101 daerah, Februari nanti, menjadi momentum penting. Kita dukung yang anti korupsi apa pun latar belakangnya. Sebaliknya, hukum koruptor dan kroninya apa pun latarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar