Tunjangan Profesi Guru
Sejak pemberlakuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru yang sudah bersertifikat bisa tersenyum manis karena tiap bulan mendapat tunjangan profesi satu kali gaji pokok. Namun, guru yang belum bersertifikat tersenyum kecut karena hanya mendapat tambahan perbaikan penghasilan (TPP) Rp 300.000 per bulan belum dipotong pajak.
Dari nominal yang diterima mungkin perbandingan antara guru non-sertifikasi dan yang sudah bersertifikat mencapai 1:10, suatu perbandingan yang kontras untuk ukuran guru yang bekerja dalam satu atap. Bukan bermaksud menuntut perubahan yang banyak, tetapi dengan nilai nominal Rp 300.000 yang berlaku sejak tahun 2005, apakah masih memadai untuk tahun 2017?
Sudah hampir 12 tahun tunjangan guru non-sertifikasi tidak pernah berubah, bahkan boleh dikatakan stagnan. Sebaliknya, untuk tenaga kependidikan sudah berlangsung perubahan yang cukup berarti. Padahal, beban kerja dan tugas guru antara yang sudah bersertifikasi dan non-sertifikasi pada intinya sama. Hanya saja kesejahteraannya berbeda signifikan.
Melalui surat pembaca ini, saya sebagai salah satu guru non-sertifikasi yang teranulir karena belum berkualifikasi S-1 berharap aturan pemberian TPP guru non-sertifikasi ditinjau kembali, terutama pada nominal besarnya tunjangan agar bisa disesuaikan dengan kondisi sekarang.
Kenyataannya, guru bersertifikat bisa terus naik tunjangan profesinya seiring dengan kenaikan pangkat dan golongan. Tenaga kependidikan yang telah bersertifikat juga sudah beberapa kali naik gaji pokoknya, yang jelas memengaruhi besaran tunjangan yang diterimanya. Mengapa kami guru non-sertifikasi tidak mendapat kenaikan TPP?
Para pemangku kepentingan tentunya lebih mengetahui hal itu dan saya harap juga bijak dalam menyikapi permohonan ini. Kami bekerja juga butuh perbaikan, kepastian, tanpa mengesampingkan dedikasi dan tugas kami.
Demikian unek-unek saya, yang mungkin mewakili para guru yang belum bersertifikat.
YOGO DWI WASONO
Jalan Karanganyar, Ungaran
HP Tak Berfungsi
Berawal dari handphone Samsung Galaxy S7 saya yang sering hang dan harus di-restart,saya berkunjung ke Samsung Service Center di Supermall Surabaya, 21 Maret 2017. Di sana saya dibantu menginstal ulang dan upgrade operating system.
Namun, pada 17 April, Samsung S7 tersebut kembali hang dan terus menerus restart dengan sendirinya. Saya kembali ke Samsung Service Center Supermall Surabaya, diterima Sdri Nunik. Ia menawarkan penggantian mesin karena mesin memang rusak.
Berhubung Samsung S7 waterproof, saya menolak jika HP dibongkar karena saya khawatir akan merusak sealant pelindung anti-air.
Ketika saya minta penggantian unit baru, pihak Samsung Service Center menolak dengan berbagai alasan. Padahal, telepon seluler saya masih dalam masa garansi, dibeli pada 29 April 2016.
Saya sangat kecewa atas layanan purnajual Samsung Service Center karena seharusnya ini adalah ponsel premium dengan kualitas premium, yang saya beli dengan harga tidak murah.
Margareth Christine
Jalan Ngaglik, Surabaya
Tidak Profesional
Saya adalah pelanggan MyRepublic dengan nomor ID 1062702. Internet di rumah saya mati sejak Selasa (11/4) pukul 20.50.
Saya sudah menghubungi layanan pelanggan (CS) hingga lima kali, jawaban yang saya dapatkan adalah akan dikoordinasikan dengan bagian terkait. Nyatanya, sampai surat pembaca ini saya kirim, internet masih bermasalah.
Kamis (13/4) sekitar pukul 13.00, ada teknisi MyRepublic datang, tetapi kemudian pergi lagi dengan alasan lupa membawa kunci atau alat.
Ia mengatakan sore akan kembali, tetapi nyatanya ia tidak muncul-muncul lagi. Janjinya kerusakan internet akan ditangani dalam waktu 3 x 24 jam setelah ada laporan.
Billy Fernandez
The Icon, BSD
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 April 2017, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar