Seorang anggota DPR berkata bahwa setiap hari ada dua asisten pribadi dan tiga staf ahli bekerja di kantornya. Ruang kantornya 24 meter persegi untuk enam orang. Berarti, rata-rata per orang 4 meter persegi. Kasihan, kantor anggota DPR padat karya.
Pertanyaan saya, satu anggota DPR punya staf ahli tiga orang dan dua asisten pribadi? Siapa yang membayar mereka? Pemerintah? Berapa jumlah bayarannya? Kalau staf ahli sampai tiga orang, mereka ahli di bidang apa? Kalau begitu, lantas apa kerja anggota DPR?
Asisten pribadi, jumlahnya dua pula, seharusnya dibayar sendiri oleh anggota DPR yang bersangkutan. Bukankah katanya untuk urusan pribadi? Namun, kenyataannya pemerintah harus menyediakan ruang kerja, membayar gaji mereka, atas biaya rakyat pula.
Staf ahli mungkin dibutuhkan karena sang anggota DPR kurang ahli dalam suatu bidang. Namun, kalau staf ahli itu sampai bekerja setiap hari seperti yang dikatakan oleh anggota DPR tersebut, menurut saya ada yang salah kaprah. Seharusnya anggota DPR mendapat tugas yang sesuai dengan bidang keahliannya.
Kalau harus didampingi staf ahli sampai tiga orang setiap hari, anggota DPR itu berarti sama sekali tidak ahli. Apabila begitu, partai salah menugasi dia jadi anggota DPR.
Seharusnya staf ahli bukan untuk setiap anggota, melainkan untuk setiap "komisi" bidang tertentu. Misalnya staf ahli yang paham perlistrikan untuk bidang energi listrik.
Untuk selanjutnya jumlah dan kualifikasi staf ahli bisa dibatasi. Mudah-mudahan tahun depan DPR bisa lebih efektif dan efisien hingga pada akhirnya bisa terjadi penghematan biaya yang dikeluarkan negara.
SOUFYAN M NOERBAMBANG, JALAN SANGKURIANG, COBLONG, BANDUNG
Tagihan Melonjak
Kami berlangganan air bersih dari PT Aetra Air Jakarta dengan nomor 10042003. Sebulan yang lalu arus air di rumah kami kecil sekali. Karena sedang sakit dan tidak ada air, ibu saya akhirnya mengungsi ke rumah kakak. Ternyata tagihan yang datang melompat jauh dari Rp 30.000-an menjadi Rp 920.000.
Sebelum kami meninggalkan rumah, keran di meteran sudah kami matikan. Ada kemungkinan petugas pencatat dengan niat baik membuka kembali, tidak tahu bahwa rumah kosong dan pipa di dalam tanah ada yang pecah sehingga air terus keluar.
Saya mencoba mencari solusi kepada Bagian Layanan Pelanggan Aetra. Saya hanya disarankan mencicil tagihan itu, padahal air tidak keluar sama sekali. Saya juga harus ganti pipa yang pecah agar aliran air bisa normal kembali. Saya berusaha bertemu dengan pemimpin Aetra yang berwenang untuk meringankan beban saya, tetapi susah sekali.
SAM TJ, TANAH TINGGI, JOHAR BARU, JAKARTA PUSAT
Tata Letak Iklan
Dalam beberapa minggu belakangan halaman muka Kompas penuh iklan. Yang bikin tak nyaman bukan iklan, tapi akibatnya: urutan halaman menjadi berantakan jika di Kompas tersua iklan sehalaman penuh di depan.
Biasanya di awal hari, sarapan pertama saya adalah membaca berita. Namun, dengan tata letak seperti itu, moodmenjadi berantakan karena harus mengurutkan halaman-halaman yang sudah terpola di kepala oleh kerutinan sebelumnya. Mohon Kompas dapat lebih bijak mengatur halaman.
GUNARIYADI, PERUMAHAN GRIYA LAWU INDAH JALAN LAWU RAYA NO 5, NGAWI, JAWA TIMUR
Redaksi
Terima kasih. Masukan Saudara kami perhatikan.
Tangapan BPJS
Sehubungan dengan surat pembaca diKompas (11/8), "Pelayanan Rujukan" oleh Bapak Satrio Hendartono, dengan ini kami sampaikan penjelasan.
BPJS Kesehatan Kantor Cabang Bekasi telah melakukan investigasi. Dapat kami informasikan, petugas pelayanan rujukan di RSUD Bekasi yang dimaksud dalam surat pembaca bukan pegawai BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan terus berko- ordinasi dengan RSUD Bekasi untuk mengoptimalkan pelayanan, baik dari sisi pelayanan administrasi maupun kesehatan, agar tak terjadi kejadian serupa.
BPJS Kesehatan Kantor Cabang Bekasi telah menjelaskan langsung kepada Bapak Satrio di kediaman beliau di Bekasi Selatan, Jumat 11 Agustus 2017.
Bapak Satrio menerima penjelasan petugas BPJS Kesehatan dan aktif memberi masukan kepada BPJS Kesehatan terkait prosedur pelayanan rujukan.
AFRIZAYANTI, SEKRETARIS UTAMA BPJS KESEHATAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar