Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 22 Agustus 2017

TAJUK RENCANA : Memenuhi Janji Reforma Agraria (Kompas)

Meskipun pemerintah memiliki Proyek Operasi Nasional Agraria sejak tahun 1981, nyatanya rakyat kesulitan menyertifikasi tanah mereka.

Tidak kurang dari Presiden Joko Widodo mengaku mengalami kesulitan mengurus sertifikat tanah taman publik saat menjadi Gubernur DKI Jakarta. Pembagian simbolis sertifikat tanah se-Jabodetabek oleh Presiden, Minggu (20/8) di Jakarta, menjadi langkah awal hal lebih besar: mewujudkan reformasi agraria.

Sertifikasi tanah memberikan kepastian hukum dan kepemilikan. Dua hal itu tanpa disadari memberi rakyat modal menaikkan derajat kemakmuran mereka.

Ekonom Peru, Hernando de Soto, menggunakan istilah "modal mati" untuk menggambarkan tanah milik rakyat, terutama rakyat miskin, yang tidak bermakna apa-apa karena tidak memiliki kepastian hukum dan kepastian kepemilikan. Dengan memberikan kepastian hukum—melalui sertifikasi tanah—pemilik properti dapat berhubungan dengan lembaga keuangan untuk meminjam modal usaha dan meningkatkan pendapatan.

Kita ingin niat baik pemerintah mewujudkan masyarakat adil-makmur, menurunkan ketimpangan kemakmuran, dan mengurangi jumlah orang miskin dapat berkelanjutan. Karena itu, program sertifikasi tanah saja tidak cukup. Ada satu langkah lagi yang harus dilakukan, yang sudah ada cikal bakal berupa rencana tata ruang wilayah.

Pemerintah perlu juga menetapkan kepastian tata guna lahan. Lahan sawah harus tetap menjadi sawah; kawasan perumahan jangan diubah menjadi kawasan komersial, mal, atau hotel dengan alasan perkembangan kota yang dapat dikompensasi pengembang. Pemilik lahan, terutama untuk pertanian, perlu mendapat insentif ekonomi agar juga tercapai keadilan.

Sertifikasi lahan merupakan salah satu muara reforma agraria yang dijanjikan pemerintah. Muara lain adalah redistribusi lahan. Tahun ini pemerintah menargetkan menerbitkan 5 juta sertifikat tanah, tahun depan 7 juta sertifikat, dan 9 juta sertifikat pada 2019. Adapun lahan yang akan diredistribusi 4,5 juta hektar lahan.

Langkah Presiden membuktikan kesungguhan untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Agraria dan Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR/ 2001, hal yang sebelumnya lambat sekali realisasinya meskipun pemerintah memiliki Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona).

Namun, kita tidak boleh terlena seolah memiliki daratan sangat luas. Luas daratan kita hanya 192 juta hektar dan sekitar 36 juta hektar saja dapat ditanami. Karena itu, pemanfataannya harus bijaksana dan hati-hati.

Yang juga tidak boleh dilupakan adalah pesan Pasal 6 UU Agraria, yaitu lahan memiliki fungsi sosial. Itu bermakna, tanah bukan obyek spekulasi yang bebas diperjualbelikan, bahkan mungkin juga bukan obyek pajak.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Agustus 2017, di halaman 6 dengan judul "Memenuhi Janji Reforma Agraria".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger